Mengubah Kesedihan Menjadi Romantis (Part 10)

Mengubah Kesedihan Menjadi Romantis (Part 10)

Meski aku ada di luar. Karena ruang Kepala Sekolah ini punya ventilasi udara di atas jendela. Jadi aku bisa mendengar suara di dalam. Terdengar pecakapan Agi dan Kepala Sekolah atau Kepsek.

Kepsek dengan nada marah bicara, "Kamu apa-apa'an Agi. Tidak cukup selalu mendonorkan darahmu hingga kamu terlihat tampak pucat. Sekarang kamu malah mendonorkan kedua matamu juga."

Agi menjawabnya, "Mereka membutuhkannya, Pak."

Kepsek semakin marah, "Tetap saja kamu bukan malaikat. Kamu dikeluarkan dari Sekolah. Di sini tidak menerima orang cacat sepertimu."

Mendengarnya benar-benar membuatku terkejut hingga gemetar. Aku tidak terima dengan yang dikatakan Kepsek tapi aku juga tidak suka dengan yang dilakukan Agi.

Ketika melihat Agi keluar dengan tongkat membuat hatiku rapuh. Dia bahkan terjatuh lalu kesusahan meraih tongkatnya yang tergeletak jauh. Aku segera mendekatkan tongkatnya tanpa mengeluarkan suara. Dia berhasil memegang kembali tongkatnya. Kemudian pergi. Aku mengikutinya secara diam-diam hingga keluar sekolah. Aku takut dia kembali jatuh seperti tadi.

Di Halte Bus dia duduk menunggu. Aku juga duduk di sampingnya tanpa dia sadari. Di dalam Bus pun kami duduk berhadapan. Biasanya jika dia melihatku, pasti dia akan mengajak bicara. Sekarang tidak lagi. Aku mengikutinya sampai ke rumahnya seperti dia mengikutiku dulu.

Hingga kami sampai di sebuah rumah kayu kokoh berlantaikan dua yang terletak di pinggir jalan. Saat dia masuk. Aku memutuskan untuk segera pergi ke Sekolah kembali. Setidaknya aku tahu di mana rumah Agi.

Sesampainya di Sekolah. Semua murid sudah pulang. Aku bergegas menuju kelas. Menghentikan penjaga Sekolah yang mulai mengunci kelas.

"Jangan pak!"

Penjaga Kelas melihatku, "Sayang sekali, bapak harus melakukannya." Sambil memperlihatkan kunci. Dia pergi melewatiku.

Aku memegang gagang pintu kelas dan benar terkunci.

"Tasku!" Ucapku sedih.

Tiba-tiba terdengar suara, "Ini aku ambilkan untukmu!"

Suara laki-laki. Siapa dia?

~

Saat aku melihat ternyata Hesa.

Aku mengambilnya sambil tersenyum, "Terima kasih!"

Lalu segera pulang.

Di rumah, aku selalu memikirkan Agi. Aku mengerti apa yang dirasakan Agi. Jika selalu memperhatikan seseorang maka juga akan memikirkan orang itu selalu bahkan ingin menemuinya terus.

Aku memutuskan untuk ke rumah Agi. Aku butuh alasan ke sana. Jadi aku akan menggunakan alasan mengembalikan barang-barangnya. Segeraku mengumpulkan barang-barang Agi yang aku simpan. Sapu tangan, botol air minum, sendal, jaket, dan selimut.

Saat senja menyapa. Aku sudah berada di depan rumah Agi. Dengan gugup aku mengetuk pintu rumahnya.

"Tok tok tok"

Cukup lama. Tapi akhirnya Agi membukakan pintu.

Banyak memar di tangan dan kaki Agi. Dia menyapaku sambil tersenyum. Melihat keadaannya air mataku menetes.

"Siapa?" Tanyanya.

Aku menghapus air mataku dan berusaha tegar, "Ini aku Ambun!"

Bisa-bisanya dia masih tersenyum saat keadaannya tidak baik. "Hai Ambun. Ada apa?

Aku kembali bicara, "Aku ingin mengembalikan barang-barangmu."

Dia menerimanya. Aku bingung mau bicara apa, jadi aku pamit pergi, "Aku pulang dulu ya!"

Kemudian aku melangkahkan kaki menjauh.

"Ambun!" Ucapan Agi membuatku bergegas kembali menghadapnya.

"Iya, Agi." Ucapku langsung.

"Mengenai kata-kataku dulu... Bahwa kita punya kesamaan... Maksudku sebenarnya... Kita sama-sama ditinggalkan orang tua... "

Aku langsung membalasnya, "Tapi kamu kan laki-laki, akan berguna bagi orang tuamu nanti. Bisa bekerja berat maupun ringan. Aku tidak habis pikir, kenapa orang tuamu tega pergi meninggalkanmu."

Agi tersenyum, "Untuk yang itu berbeda. Orang tuaku yang merupakan pendatang di kota ini, meninggal karena kecelakaan. Hal itu membuat nasib kita sama, hidup sebatang kara yang mau tidak mau harus kita pikul.. Tapi aku iri denganmu yang selalu semangat..."

Aku yang mendengarkannya langsung memotong pembicaraan, "Begitu juga kamu. Kita tidak berbeda. Kamu juga harus semangat." Balasku kemudian pergi.

Saat sampai di rumah. Aku menyesal. Aku bodoh mengembalikan barang Agi sekaligus. Seharusnya satu persatu. Biar aku bisa ke tempat Agi lagi.

Malam harinya aku susah tidur. Ditambah suara lolongan anjing terdengar ramai tidak seperti biasanya. Seakan-akan menggonggong ke arah rumahku. Rumah yang ku tempati tiba-tiba menjadi seram. Aku ketakutan. Kemudian terlintas dipikiranku yang membuatku tidak takut lagi.

Tubuh Agi memar mungkin karena terbentur barang-barang di rumahnya. Bukan kata semangat, tapi sesuatu yang membuat dia semangat. Dia butuh pendamping untuk melindungi dan menemaninya setiap saat tanpa butuh alasan. Aku akan menikahi Agi. Tidak peduli usia kami masih sangat muda.

Besok harinya aku tidak sekolah. Aku bolos dan langsung ke tempat Agi. Untuk mengutarakan perasaan dan keinginanku.

(Bersambung)

Download Wallpaper