Merindukan Cerita Romantis (Part 7)

Merindukan Cerita Romantis (Part 7)

Aku menoleh melihat dibalik wajah Agi yang pucat dia juga membawa tas ransel. Mungkin jaket ini kering karena dia masukan ke dalam tas. Melihat tubuhnya yang basah kuyup, sepertinya dia jauh membutuhkan jaket ini daripada aku. Segeraku membuka resleting jaket, tapi tiba-tiba tangannya yang dingin menyentuh tanganku.

"Tetap kenakan, nanti kamu sakit..."

Aku khawatir Dinda dan Hesa melihat kami berdua, karena kami masih berada di lingkungan sekolah.

"Maaf Agi, aku tidak ingin hubungan kita terlalu dekat."

Entah aku salah bicara, Agi melepaskan tangannya. Lalu berlari menerobos hujan.

Aku berteriak memanggilnya, cemas kalau dia sakit, "AGI..."

Saat aku ingat Dinda, aku langsung menutup mulutku.

Karena aku juga takut sakit jadi tidak berani menerobos hujan dan terpaksa membiarkan Agi. Aku lalu menunggu hujan sampai reda.

Ketika hujan reda. Segeraku pulang. Di rumah aku menjahit baju seragamku yang disobek Dinda. Uang tabunganku sudah hampir habis buat beli sepatu kemaren. Jadi aku tidak bisa membeli baju seragam baru.

Setelah selesai menjahit aku mencari buah-buahan di hutan. Untuk aku makan nanti agar tetap hidup. Meskipun aku tidak pernah merasakan makanan enak dan cuma makan buah-buahan, itu tidak membuatku patah semangat menjalani hidup.

Di hutan ada buah apel yang tergantung di pohon. Sambil melihat ke atas aku mencoba meraihnya tapi tidak sampai. Tapi tiba-tiba langit mendung dan terlihat ada tangan lain yang mengambil buah itu. Aku melihat ke depan. Terlihat Agi berdiri di hadapanku sambil memberikan buah yang dipetiknya padaku.

Mungkin tidak masalah jika aku dekat Agi saat tidak berada di lingkungan sekolah.

"Kebetulan aku lewat dan melihatmu kesusahan lagi. Oh iya, Orang tuamu mana?" Tanya Agi.

Sambil menunduk, aku menjawabnya dengan gugup, "Orang tuaku sudah meninggal..."

Agi tidak bicara lagi. Apa dia pergi lagi. Aku melihat ke depan. Ternyata dia masih ada.

"Aku turut prihatin..."

Aku segera menjawabnya, "Maksudku, mereka meninggalkanku pergi karena tidak mau punya anak perempuan seperti aku."

Agi menatapku aneh, "Kamu tinggal sendiri?"

Sambil tersenyum aku menjawab, "Iya!"

Tiba-tiba langit cerah, Agi kemudian pergi. Aku cemas, kembali berkata salah atau dia takut cuma berduaan denganku di tempat sepi ini setelah tahu aku cuma sendiri. Aku bodoh telah mengatakan itu.

~

Keesokan harinya, adalah hari jum'at. Sekolah mengharuskan mengenakan baju batik. Karena aku gak sanggup beli, jadi aku mengenakan baju seragam yang sudah ku jahit.

Istirahat pertama. Aku tidak bisa terus-terusan berada di depan kantor guru, nanti para guru akan curiga aku gak punya teman.

Di belakang sekolah aku duduk di depan danau sambil menatap sungai yang terhubung dengan danau itu. Danau ini dilewati sungai dan airnya terus mengalir tapi air di danau tidak pernah habis.

Tiba-tiba suara terdengar, "Danau ini punya sumber air yang setia mendampinginya, ia punya pendamping yang membuat ia tetap ada." Ucap Agi yang duduk di sampingku.

Aku tidak sadar sedang bicara, aku merasa cuma bicara dalam hati. Apa Agi tahu isi hatiku.

Istirahat kedua. Aku kembali duduk sendiri di tempat tadi. Tanpa aku sadari Agi juga ada di sampingku. Dia datang tanpa adanya tanda-tanda. Aku memandanginya. Dia sadar dan memandangiku balik. Seketika aku mengalihkan pandanganku.

"Satu hal yang ku suka duduk di danau ini, karena pohon lebat di atas melindungi kita dari teriknya matahari." Ucap Agi.

Aku mencoba ikut bicara, "Kalau aku suka..." Belum sempat menyelesaikan bicara, Agi menatapku sambil tersenyum. Membuatku terdiam dan gugup untuk berkata-kata.

Akhirnya kami cuma diam meski duduk di bangku yang sama. Setidaknya selama Agi di dekatku. Aku tidak mendapatkan kekerasan lagi dari Dinda dan Hesa.

Saat mau pulang. Aku bergegas pergi. Berharap dapat pulang bersama Agi. Tapi tiba-tiba ada yang mengait kakiku hingga terjatuh. Buku di dalam tasku berhamburan. Aku memasukannya dengan cepat. Saat selesai. Kelas sudah kosong.

Tiba-tiba ada yang masuk, "Cepat keluar, kelas mau bapak kunci." Perintah penjaga sekolah yang datang tiba-tiba.

Aku segera pergi dan berpikir Dinda dan Hesa akan menungguku di depan pagar sekolah seperti kemaren. Jadi aku pulang lewat belakang Sekolah. Menyelusuri sungai untuk sampai ke tengah hutan tempat rumahku berada. Namun yang ku temui Dinda dan Hesa di pinggir sungai.

Mereka memanggilku, aku terpaksa menghampirinya.

Dinda menarik kerah bajuku, "Jika kamu tidak bisa sekolah, pasti Agi tidak akan menemuimu lagi kayak di halte bus kemaren."

Aku mencoba tersenyum ke arahnya. Berharap tidak ada rencana jahat lagi kepadaku, "Kebetulan hujan dan kami berteduh di tempat yang sama."

Hesa menarik tasku. Aku berteriak, "JANGAN..." Tapi dia tetap membuangnya ke sungai.

Tanpa pikir panjang aku menceburkan diri ke sungai. Karena cuma tas itu yang membantuku mengumpulkan buah-buahan.

Aku mencoba meraih tasku yang hanyut. Tapi arus sungai terlalu deras. Aku ikut terbawa arus.

Blubb blubb, Air merangsek masuk ke mulutku. Aku mulai pusing dan pandanganku mulai kabur.

(Bersambung)

Download Wallpaper