Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Ambisi Yang Dipadamkan (Part 44)

Author
Published Minggu, Juli 08, 2018
Ambisi Yang Dipadamkan (Part 44)
Berharap dugaannya salah, Inda pelan-pelan melihat ke arah kaki Aga. Ternyata benar, kaki Aga terluka. Inda sangat cemas, "Kenapa kakimu Aga?"
Aga hanya menunjuk ke depan. Inda segera melihat ke depan dan terlihat beberapa polisi berdiri, di antaranya ada satu polisi yang menodongkan senjata sniper dengan peredam suara ke arah Aga, "Berhenti menyakitinya! Lepaskan sanderamu."
Tapi Aga justru ingin melawan, "Aku akan rebut dengan cepat senjata mereka." Ucapnya dengan kesal.
Dengan cepat juga Inda menahan tangan Aga, "Meskipun kamu tidak merasakan sakit ketika kakimu tertembak. Sebaiknya jangan melawan."
Aga menatap tajam ke Inda.

Tahu Aga tidak akan menyerah, dengan cemas Inda berkata, "Jika kamu merebut senjata polisi, sama saja dengan teroris lakukan di Markas Brimob. Kamu tidak ingin disamakan dengan teroriskan?"
Hal itu masih tidak membuat gentar Aga yang tetap berdiri tegak. Polisi semakin mendekat dan berteriak tegas, "Kami tidak akan bernegoisasi dengan pembunuh banyak orang seperti kamu. Tapi kami akan berikan Ultimatum, menyerah atau kami lumpuhkan!"
Inda semakin panik, karena tahu polisi tidak akan bisa melumpuhkan Aga dengan mudah, dia lalu membujuk Aga, "Aku senang kamu mengalahkan para penjahat. Mereka pantas mati. Jika dibiarkan hidup, akan mengancam jiwa yang tidak bersalah. Jadi jangan biarkan tubuhmu hancur, agar tetap bisa membasmi mereka!"
Mendengar itu, Aga tersenyum dan mengangkat tangan tanda menyerah.

Sebelum di bawa ke markas polisi, Aga meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Aga akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Inda juga di bawa sebagai saksi.

Mobil polisi yang membawa Aga dan Inda berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Aga melihat orang penting baginya.

Aga berjalan duluan dengan tangan diborgol. Inda meminta izin berada di samping Aga pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."
Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Inda dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Aga.

Inda lalu berjalan di samping Aga. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Inda kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Aga dan bertanya pelan ke Aga, "Agi dan Embun? Mereka pasangan kekasih! Kenapa nama yang cowok mirip denganmu, Aga?"
Aga terlihat sedih, "Sebelumnya aku bilang. Nama asliku Ken. Aku mengganti namaku menjadi Aga agar menyerupai nama penolongku Agi."

Aga kemudian berlutut di depan makam Agi, "Aku janji, tidak akan menyerah membasmi para penjahat agar orang-orang baik sepertimu bisa hidup damai."
Inda kaget, dan bicara pelan ke Aga, "Kamu boleh mengutamakan ambisimu membalas budi Agi dan mengabaikan perasaanmu ke Aku hingga aku terus sakit hati karenamu. Tapi aku tidak ingin tubuhmu terus tersakiti. Ku mohon Jangan melawan polisi Aga, aku akan suruh ayahku menyewa pengacara terbaik untuk membebaskanmu!"
Aga menatap Inda, "Kenapa tidak kamu saja yang langsung membantuku. Lindungi aku!"
Seketika Inda tercengang. Aga dengan cepat berlari menuju sungai yang berada di dekat pemakaman. Dengan cepat juga polisi mengarahkan pistol ke Aga. Tapi tidak disangka, dengan sekejab, Inda berdiri di hadapan polisi itu.
"DOAAARD!"
Seketika langit menjadi gelap. Suasana mencekam.

(Bersambung)

Posting Komentar