Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Ditatap Satu Sekolah (Part 12)

Author
Published Senin, Juli 02, 2018
Ditatap Satu Sekolah (Part 12)
Saat aku membuka mata. Aku sudah berada di ruangan putih dalam keadaan terbaring di kasur. Aku juga melihat ada Fajer dan kak Enja berdiri di sampingku.

Fajer menatapku dengan rasa khawatir, "Pohon yang disambar petir hampir saja menimpamu, tapi akar yang kamu pijak terangkat dan membuatmu jatuh hingga pingsan. Bagaimana keadaanmu?"

Sepertinya aku ada di ruang UKS. Penjelasan Fajer masih belum membuatku puas, "Aku baik saja. Aku melihat tangan saat itu. Aku ingin tahu, itu apa!" Ucapku sambil bangun dan beranjak dari kasur.

Aku masih merasa pusing, saat aku paksakan berdiri, aku hampir jatuh, tapi langsung dibantu oleh kak Enja yang memegangi tubuhku. Terlihat Fajer cuma diam dan membiarkan kakak. Apa dia tahu aku dan kak Enja bersaudara? Aku jadi khawatir, dia berpikiran kami aneh.

Kak Enja membantuku berjalan, "Tangan itu dari mayat siswi yang satu sekolah denganku. Dia ditemukan terkubur di bawah pohon dengan perut terbelah. Sepertinya dia hamil dan bayinya dikeluarkan oleh seseorang!"
Penjelasan kak Enja juga didukung dengan suasana ramai saat aku sampai di luar ruang UKS. Terlihat polisi yang melakukan oleh TKP dan banyak pelajar yang mencoba ingin melihat tapi dibatasi oleh pagar polisi hidup. Mereka berdiri sambil hujan-hujanan. Tatapan mereka sangat aneh ketika melihat kami. Suasana di sini menjadi sangat menyeramkan.

Aku lalu dibawa kak Enja menjauh dari tempat itu untuk pulang. Fajer memayungi kami. Tapi dia sendiri kehujanan. Aku menjadi kasihan, "Kamu tidak perlu berkorban seperti itu. Jika kamu melakukannya karena menyukaiku, kamu terlambat. Aku sudah jadi milik orang lain."
Aku kemudian melihat ke arah kak Enja sambil tersenyum, kakak malah membalasnya dengan wajah tercengang.

Tiba-tiba Buna datang disaat yang tidak tepat, "Mobilnya sudah siap."
Ekspresi kak Enja kemudian berubah tersenyum, "Aku sampai khawatir, ternyata yang kamu maksud itu dia."

Aku dan kak Enja diantar pulang oleh Buna dengan mobilnya.
Di dalam mobil aku curiga Buna tahu kami bersaudara, "Buna, kamu tahu hubungan kami berdua?" Tanyaku yang duduk di sampingnya.
Sambil menyetir dia menjawab, "Kalian punya hubungan keluarga kan?"
Aku sudah menduganya, "Kakak beradik. Apa itu tidak aneh menurutmu?" Tanyaku memastikan.
Dia yang lagi menyetir menoleh sebentar ke arahku, "Aku tidak peduli seaneh apa hubungan kalian. Yang penting kamu sudah jadi pacarku."
Aku tidak menyangka dia jawab seperti itu. Sepertinya dia juga tidak tahu tentang istilah kembar pengantin.

Di rumah kami disambut Ahaya dan juga ibu. Aku masih tidak rela Ahaya menjadi pacarnya kak Enja.

Kami semua lalu masuk ke rumah. Di sana ibu mengajak kak Enja bicara empat mata. Dari kejauhan kakak terlihat sedang dimarahi ibu.
Ahaya menyentuh tanganku. Membuatku kaget, "Kamu masih marah denganku, jadi tidak mau melihat ke arahku."
Aku mencoba melepaskan tangannya, "Tidak." Jawabku singkat.
Dia tersenyum ke arahku, "Aku senang kamu tidak marah lagi. Aku tidak ingin ada jarak diantara kita hingga akhir hayatku nanti." Ucapnya bikin aku gugup.
Tiba-tiba terdengar suara ribut di luar rumah. Suara yang keras dan teriakan-teriakan yang terdengar membuatku ketakutan.
Aku terperangah melihat kepala Ahaya yang tiba-tiba mengeluarkan darah.

(Bersambung)

Posting Komentar