Katakan Cinta Ke Tunangan (Part 7)
Sanja bukan hanya mengajariku menyetir mobil. Dia juga mengarahkanku ke suatu tempat tanpa ku sadari. Di tempat ini, aku dibuat tercengang dengan apa yang kuhadapi. Sejauh mata memandang, hanya lautan luas yang terhampar di depan kami.
Aku melepaskan sendalku. Untuk merasakan kehalusan pasir putih di telapak kakiku. Berjalan mendekati Sanja yang berdiri melihat ujung dari lautan itu.
"Aku tidak pernah tahu! Ada tempat seperti ini, di kotaku." Ucapku di sampingnya.
"Tempat ini tidak disadari keberadaannya. Terabaikan. Tapi tidak pernah berhenti memancarkan keindahannya." Ucap Sanja seakan dia mencoba menghiburku yang sedang diabaikan orang tua dan teman-teman.
"Ini suasana yang tepat untuk menikmati matahari terbenam." Ucapku.
"Kamu tahu!, kenapa Senja membuat orang nyaman? Karena ia tidak membuat orang kepanasan dan tidak juga membuat orang kedinginan. Tidak seperti pagi maupun siang hari dan juga malam." Balas Sanja puitis sekali.
"Seperti kamu! Aku selalu merasa nyaman di dekatmu. Benarkan Sanja?" Tanyaku mencoba menggoda Sanja.
"Kita namai tempat ini AI?" Ucap Sanja, tidak mau memperlihatkan rasa senangnya saat aku goda. Dia mencoba mengodaku balik. Dasar gak mau kalah.
"Apa A itu maksudnya Sanja dan I itu Lina. Kamu romantis sekali." Balasku.
"Bukan, maksudku A itu Pantai dan I itu Tersembunyi. Jadi Pantai Tersembunyi." Jawabnya bikin aku geregetan.
Aku gemes dan ingin membalasnya. Aku genggam pasir putih di bawah.
"Bajumu bagus kalau di kasih motif!" Ucapku.
"Yang tadi aku becanda Lina!" Ucap Sanja sambil menjauh dariku.
Seperti yang kuduga dia takut kotor. Karena penampilannya selama ini selalu bersih.
Aku mengejar Sanja, "Dan ini caraku becanda." Ucapku senang karena dia terlihat kalah di hadapanku.
Kami main kejar-kejaran, tapi cuma sebentar. Sanja berhenti tiba-tiba dan membiarkanku mengotori bajunya dengan pasir.
"Kamu sengaja mengalah dariku?" Ucapku kesal.
Sanja hanya tersenyum.
"Kenapa gak dari awal? Kenapa kamu harus berlari?" Ucapku lagi gak terima.
"Lihatlah bekas jejak kita berdua!" Balas Sanja.
Aku kembali dibuat terkejut. Pasir putih yang kami jalani tadi membentuk simbol hati, Amor dengan sempurna. Aku tersenyum senang.
"Aku masih punya kejutan untukmu." Ucap Sanja sambil mengeluarkan HPnya.
Dia tidak pernah absen bikin aku kesal, ''Baru saja kamu bikin aku senang. Ini malah kembali bikin aku emosi. Kamu punya HP, tapi kenapa aku sulit sekali menghubungimu?" Tanyaku.
"Ini bukan HP, tapi alat kendali drone. HPku sudah kujual untuk membeli ini." Balasnya. Entah dia konyol atau aneh.
.
Sebuah drone terbang dari arah mobilnya. Melewati pepohonan dan melayang di atas kami.
"Kita belum pernah berfoto bersama. Aku ingin kita punya?" Ucap Sanja. Bikin jantungku berdebar.
Kami berfoto bersama untuk pertama kalinya di tengah simbol hati dengan latar belakang matahari terbenam.
Kami pulang sebelum azan magrib tiba.
***
Di bulan puasa ini. Aku dan Sanja jarang bertemu semenjak aku sudah mahir menyetir mobil. Tapi dia pernah bilang ingin mempertemukanku dengan ayahnya saat silahtuhrami di hari raya nanti.
Aku bermaksud memberikan dia hadiah HP baru. Aku naik angkot sendiri ke kios ponsel. Aku menggunakan uang tabunganku yang tersisa untuk membelinya. Ayah tidak lagi memberikan aku uang saku setelah lulus. Setidaknya aku masih bisa makan gratis masakan ibu dan masih diperbolehkan tinggal.
Agak bingung membelikan Sanja HP yang kayak gimana. Tapi ujung-ujungnya aku membeli HP yang pas dengan uangku di kantong.
"Moga aja Sanja senang. Selama ini aku tidak pernah membuat dia bahagia. Aku merasa selalu membuat dia kesal. Meski dia tidak pernah menunjukannya ke aku." Gumamku.
Saat aku di luar kios ponsel. Sedang menunggu angkot datang.
"Ahhh..." Tanganku sakit. Tas belanja kecil berisikan
Kotak Hp baru yang ku beli, diambil secara paksa.
Benar yang kuduga. Itu jambret. Kalau Sanja tidak mungkin kasar padaku meskipun becanda.
"Jambrettt..." Teriakku.
Terlihat si jambret berlari ke arah seorang pemuda. Jambret itu mengeluarkan pisau untuk menyuruh pemuda itu menyingkir. Si pemuda menahan tangan si jambret yang memegang pisau dan...
Brakkk, si jambret tumbang seketika.
Banyak warga yang mendatangi. Begitupun juga aku.
Pemuda itu Sanja. Dia menyerahkan yang dicuri jambret ke aku.
"Aku tidak sengaja memukul rahangnya dengan keras. Itu mungkin yang membuatnya pingsan seketika." Ucap Sanja menjelaskan.
"Itu untukmu." Balasku sambil tersenyum dibalas senyum olehnya.
"Cieee!!!" Teriak warga menggoda kami berdua.
"Udah kak. Tembak aja. Kayak di sinetron-sinetron." Ucap adik SMA ngomporin kami.
Nyuruh Sanja nembak aku kayak gimana lagi? Hubungan kami berdua udah jelas. Tapi memang kami pasangan yang aneh. Tidak ada romantisnya, tidak pernah nyebut sayang antara satu dengan yang lainnya seperti orang-orang.
"Aku ingin bicara empat mata denganmu?" Ucapku ke Sanja.
"Ayo sana kejar jodohmu. Biar kami yang urus jambret ini ke polisi. Dia sudah sering bikin resah." Ucap salah satu warga, kami berdua hanya bisa tersenyum merasa lucu.
Kami menjauhi kerumunan massa.
"HP itu aku berikan agar kamu bisa tetap terhubung denganku." Ucapku.
Sanja mengeluarkan HP dari kotak dan menyimpannya di kantong.
"Aku akan menjaganya seperti aku menjaga kamu. Aku harap kamu gak cemburu!" Ucap Sanja.
Lagi-lagi dia buatku tersenyum.
"Kamu menguasai ilmu bela diri?" Tanyaku.
"Aku baru belajar agar bisa melindungimu." Balasnya bikin aku senang.
Tapi aku sadar ada yang aneh.
"Kamu selalu ada di saat aku membutuhkanmu, sebelumnya di sekolah dan sekarang di sini, bagaimana bisa?. Burung Gagak peliharaanmu sudah tidak ada lagi untuk kamu gunakan mengawasiku." Tanyaku selalu penasaran.
"Cincin tunangan yang kuberikan padamu. Juga berfungsi sebagai alat pelacak GPS. Aku bisa mengetahui posisimu dengan melihat di layar jam tangan yang ku kenakan." Ucapnya semakin aneh meski itu logis.
Seakan-akan dia tidak mau tergantung dengan kemampuan mistis yang dia miliki. Mengalahkan jambret itu dengan tangan kosong dan menggunakan alat melacakku. Tidak lagi dengan rohnya dan teman hantu ataupun hewan.
"Aku ingin membawamu kesuatu tempat?" Ucap Sanja.
"Pantai Tersembunyi lagi?" Ucapku menebak.
"Bukan, tempat yang mungkin ingin kamu tahu." Jawabnya, semakin membuatku penasaran.
(Bersambung)
Aku melepaskan sendalku. Untuk merasakan kehalusan pasir putih di telapak kakiku. Berjalan mendekati Sanja yang berdiri melihat ujung dari lautan itu.
"Aku tidak pernah tahu! Ada tempat seperti ini, di kotaku." Ucapku di sampingnya.
"Tempat ini tidak disadari keberadaannya. Terabaikan. Tapi tidak pernah berhenti memancarkan keindahannya." Ucap Sanja seakan dia mencoba menghiburku yang sedang diabaikan orang tua dan teman-teman.
"Ini suasana yang tepat untuk menikmati matahari terbenam." Ucapku.
"Kamu tahu!, kenapa Senja membuat orang nyaman? Karena ia tidak membuat orang kepanasan dan tidak juga membuat orang kedinginan. Tidak seperti pagi maupun siang hari dan juga malam." Balas Sanja puitis sekali.
"Seperti kamu! Aku selalu merasa nyaman di dekatmu. Benarkan Sanja?" Tanyaku mencoba menggoda Sanja.
"Kita namai tempat ini AI?" Ucap Sanja, tidak mau memperlihatkan rasa senangnya saat aku goda. Dia mencoba mengodaku balik. Dasar gak mau kalah.
"Apa A itu maksudnya Sanja dan I itu Lina. Kamu romantis sekali." Balasku.
"Bukan, maksudku A itu Pantai dan I itu Tersembunyi. Jadi Pantai Tersembunyi." Jawabnya bikin aku geregetan.
Aku gemes dan ingin membalasnya. Aku genggam pasir putih di bawah.
"Bajumu bagus kalau di kasih motif!" Ucapku.
"Yang tadi aku becanda Lina!" Ucap Sanja sambil menjauh dariku.
Seperti yang kuduga dia takut kotor. Karena penampilannya selama ini selalu bersih.
Aku mengejar Sanja, "Dan ini caraku becanda." Ucapku senang karena dia terlihat kalah di hadapanku.
Kami main kejar-kejaran, tapi cuma sebentar. Sanja berhenti tiba-tiba dan membiarkanku mengotori bajunya dengan pasir.
"Kamu sengaja mengalah dariku?" Ucapku kesal.
Sanja hanya tersenyum.
"Kenapa gak dari awal? Kenapa kamu harus berlari?" Ucapku lagi gak terima.
"Lihatlah bekas jejak kita berdua!" Balas Sanja.
Aku kembali dibuat terkejut. Pasir putih yang kami jalani tadi membentuk simbol hati, Amor dengan sempurna. Aku tersenyum senang.
"Aku masih punya kejutan untukmu." Ucap Sanja sambil mengeluarkan HPnya.
Dia tidak pernah absen bikin aku kesal, ''Baru saja kamu bikin aku senang. Ini malah kembali bikin aku emosi. Kamu punya HP, tapi kenapa aku sulit sekali menghubungimu?" Tanyaku.
"Ini bukan HP, tapi alat kendali drone. HPku sudah kujual untuk membeli ini." Balasnya. Entah dia konyol atau aneh.
.
Sebuah drone terbang dari arah mobilnya. Melewati pepohonan dan melayang di atas kami.
"Kita belum pernah berfoto bersama. Aku ingin kita punya?" Ucap Sanja. Bikin jantungku berdebar.
Kami berfoto bersama untuk pertama kalinya di tengah simbol hati dengan latar belakang matahari terbenam.
Kami pulang sebelum azan magrib tiba.
***
Di bulan puasa ini. Aku dan Sanja jarang bertemu semenjak aku sudah mahir menyetir mobil. Tapi dia pernah bilang ingin mempertemukanku dengan ayahnya saat silahtuhrami di hari raya nanti.
Aku bermaksud memberikan dia hadiah HP baru. Aku naik angkot sendiri ke kios ponsel. Aku menggunakan uang tabunganku yang tersisa untuk membelinya. Ayah tidak lagi memberikan aku uang saku setelah lulus. Setidaknya aku masih bisa makan gratis masakan ibu dan masih diperbolehkan tinggal.
Agak bingung membelikan Sanja HP yang kayak gimana. Tapi ujung-ujungnya aku membeli HP yang pas dengan uangku di kantong.
"Moga aja Sanja senang. Selama ini aku tidak pernah membuat dia bahagia. Aku merasa selalu membuat dia kesal. Meski dia tidak pernah menunjukannya ke aku." Gumamku.
Saat aku di luar kios ponsel. Sedang menunggu angkot datang.
"Ahhh..." Tanganku sakit. Tas belanja kecil berisikan
Kotak Hp baru yang ku beli, diambil secara paksa.
Benar yang kuduga. Itu jambret. Kalau Sanja tidak mungkin kasar padaku meskipun becanda.
"Jambrettt..." Teriakku.
Terlihat si jambret berlari ke arah seorang pemuda. Jambret itu mengeluarkan pisau untuk menyuruh pemuda itu menyingkir. Si pemuda menahan tangan si jambret yang memegang pisau dan...
Brakkk, si jambret tumbang seketika.
Banyak warga yang mendatangi. Begitupun juga aku.
Pemuda itu Sanja. Dia menyerahkan yang dicuri jambret ke aku.
"Aku tidak sengaja memukul rahangnya dengan keras. Itu mungkin yang membuatnya pingsan seketika." Ucap Sanja menjelaskan.
"Itu untukmu." Balasku sambil tersenyum dibalas senyum olehnya.
"Cieee!!!" Teriak warga menggoda kami berdua.
"Udah kak. Tembak aja. Kayak di sinetron-sinetron." Ucap adik SMA ngomporin kami.
Nyuruh Sanja nembak aku kayak gimana lagi? Hubungan kami berdua udah jelas. Tapi memang kami pasangan yang aneh. Tidak ada romantisnya, tidak pernah nyebut sayang antara satu dengan yang lainnya seperti orang-orang.
"Aku ingin bicara empat mata denganmu?" Ucapku ke Sanja.
"Ayo sana kejar jodohmu. Biar kami yang urus jambret ini ke polisi. Dia sudah sering bikin resah." Ucap salah satu warga, kami berdua hanya bisa tersenyum merasa lucu.
Kami menjauhi kerumunan massa.
"HP itu aku berikan agar kamu bisa tetap terhubung denganku." Ucapku.
Sanja mengeluarkan HP dari kotak dan menyimpannya di kantong.
"Aku akan menjaganya seperti aku menjaga kamu. Aku harap kamu gak cemburu!" Ucap Sanja.
Lagi-lagi dia buatku tersenyum.
"Kamu menguasai ilmu bela diri?" Tanyaku.
"Aku baru belajar agar bisa melindungimu." Balasnya bikin aku senang.
Tapi aku sadar ada yang aneh.
"Kamu selalu ada di saat aku membutuhkanmu, sebelumnya di sekolah dan sekarang di sini, bagaimana bisa?. Burung Gagak peliharaanmu sudah tidak ada lagi untuk kamu gunakan mengawasiku." Tanyaku selalu penasaran.
"Cincin tunangan yang kuberikan padamu. Juga berfungsi sebagai alat pelacak GPS. Aku bisa mengetahui posisimu dengan melihat di layar jam tangan yang ku kenakan." Ucapnya semakin aneh meski itu logis.
Seakan-akan dia tidak mau tergantung dengan kemampuan mistis yang dia miliki. Mengalahkan jambret itu dengan tangan kosong dan menggunakan alat melacakku. Tidak lagi dengan rohnya dan teman hantu ataupun hewan.
"Aku ingin membawamu kesuatu tempat?" Ucap Sanja.
"Pantai Tersembunyi lagi?" Ucapku menebak.
"Bukan, tempat yang mungkin ingin kamu tahu." Jawabnya, semakin membuatku penasaran.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar