Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Mata Yang Terhubung (Part 28)

Author
Published Minggu, Juli 01, 2018
Mata Yang Terhubung (Part 28)
Terlalu gelap di sini hingga membuatku takut. Hanya sesaat listrik nyala kembali, beberapa lampu di lorong kedap-kedip. Cahayanyapun redup. Suara geraman itu masih ada.
"Sepertinya hantu di sini tidak suka dengan keberadaan Sanja tadi." Ucap Aya yang tiba-tiba muncul di sampingku.
"Bilang-bilang dong kalau muncul." Ucapku kaget.
"Hantu terus menggeram menandakan dia marah." Sambung Aya bikin aku takut.
"Kamu benar. Baru di tinggal Sanja pergi, suasana rumah sakit ini menjadi seram." Lanjutku.
"Listrik di sini mungkin ada gangguan jadi padam. Suara geraman itu suara genset. Tidak ada yang perlu ditakutkan." Jelas Yena dengan tenang.

Perawat pria yang lain datang menghadap Yena.
"Pohon tua dekat rumah sakit tiba-tiba tumbang dan mengenai kabel listrik. Teman-teman lainnya lagi memperbaiki aliran listrik. Untuk sementara kita menggunakan listrik cadangan."
"Jadi pohon yang dibilang angker itu akhirnya tumbang juga." Gumam Yena.
"Matikan alat listrik yang tidak perlu. Kita harus hemat listrik yang ada dan pastikan alat yang terhubung dengan pasien bekerja optimal." Perintah Yena dan langsung dikerjakan perawat itu.
Membuatku ragu posisi Yena bukan sekedar dokter di sini.

Siling berganti kini perawat wanita lainnya datang menghadap Yena.
"Ada ibu-ibu yang marah dok di depan."
Yena lalu pergi ke depan. Sudah tentu aku yang selalu ingin tahu mengikutinya.

"Tante!" Ucapku melihat ibu-ibu itu.
"Kamu yang bawa anak tante dirawat di rumah sakit ini. Seharusnya rumah sakit yang lebih baik dari ini." Marah ibu-ibu itu ke aku.
"Tenang bu, anak ibu ditangani dengan baik di sini." Ucap Yena yang tahu itu ibunya Sintia karena ibu itu mengenalku.
"Saya gak mau tau, anak saya harus dirujuk ke rumah sakit terbaik di kota ini." Ucap ibu Sintia.
"Aku baik-baik saja bu."' Ucap Sintia yang tiba-tiba muncul.
Adik Sintia langsung memeluk ibunya.
Mereka bertiga langsung pulang.

"Ibu Sintia sudah bayar biaya perawatannya?" Tanyaku baru sadar.
"Mungkin karena terlalu senangnya jadi lupa. Kami tidak diharuskan menahan pasien yang sudah sembuh dan ingin keluar." Jelas Yena.
"Ini rumah sakit milik manusia bukannya milik malaikat, jadi hak rumah sakit ini mendapat balasan jasa." Ucapku.
"Kami lebih mirip relawan. Sudahlah lupakan. Kamu ingin pulangkan? biar aku antar pakai mobilnya Sanja. Jam kerjaku sudah habis." Balas Yena.
"Pulang ya? sudah ku tunggu-tunggu." Sambung Aya yang baru datang.

Di dalam mobil, aku duduk di samping Yena yang sedang menyetir sedangkan Aya duduk di belakangku. Setelah aku kasih tahu alamat Aya, Yena lalu menajalankan mobil. Aku gunakan kesempatan ini untuk bertanya banyak hal.
"Aku gak menyangka Sanja suka denganmu Lina." Ucap Yena mendahuluiku.
"Aku pikir saat dia ngajak aku kenalan, baik padaku hingga membantu hidupku bahkan menggantikan peran ayah dan ibuku yang tiada padahal kami seusia. Semua itu dia lakukan karena ada maksud dibaliknya untuk mendapatkan hatiku." Ucap Yena lagi tanpa sempat kubicara.
"Ternyata aku salah." Sambung Yena lagi.
"Kamu suka dengan Sanja?" Tanyaku.
"Entahlah. Aku pernah menolak perintah Sanja saat tahu kamu jadian dengannya, dia tidak marah bahkan tidak memaksaku justru berusaha mengerjakannya sendiri meski itu merepotkan dirinya. Aku tidak tahu apapun tentang Sanja, apa yang dia pikirkan, meski lama berteman dengannya." Jawab Yena dengan disertai curhatnya yang panjang.
"Kamu tidak merasa ada yang aneh dengannya?" Tanyaku.
"Perhatianku hanya dihabiskan untuk mengaguminya tidak untuk yang lain." Ucap Yena tidak seperti awal-awal bertemu selalu bicara singkat, di sini dia bicara lepas.

Sepertinya Sanja banyak yang suka. Kalau untuk Yena yang mengenal Sanja jauh sebelum aku. Aku bisa terima.

Aku tidak mendengar suara Aya. Saat aku menoleh ke belakang Aya sibuk memainkan HPnya.
"Kok kamu main HP mulu sih, mumpung kita lagi kumpul bicara apa gitu, biar teman merasa dihargai." Ucapku ke Aya.
"Aku baru kenal sama HP ini, jadi suka maininnya." Balas Aya.
Aku mengambil HP Aya dan memperhatikannya, "Ini HP lamamu."
"Oh, kayak baru." Ucap Aya aneh.
Aku mengembalikan HP Aya, aku tidak mau ambil pusing dengan keanehan Aya, biar Sanja yang tangani.
"Bagaimana bisa kamu menemukan adiknya Sintia?" Aku menanyakan hal yang lain.
"Sudah sampai rumahku ya. Kalau gitu aku duluan." Ucap Aya kemudian keluar mobil.

Ternyata kami sudah sampai rumah Aya, ada seorang pemuda di depan pagarnya. Itu Hita, ngapain dia di sini. Dia benar-benar tidak menyerah mendekati Aya, sampai nekat datang ke rumahnya.

Tiba-tiba Sanja menelponku.
"Kamu di mana?" Tanya Sanja membuatku senyum-senyum sendiri diperhatiin dia.
"Aku di depan rumah Aya." Ucapku.
"Jika ada Hita di sana jangan biarkan Aya pergi dengannya."
Balas Sanja.
Aneh, kenapa dia tahu di sini ada Hita. Aku memperhatikan lewat jendela ke arah Hita. Aku melihat di atasnya dari ketinggian ada burung gagak yang terbang mengelilingi Hita.

(Bersambung)

Posting Komentar