Perlakuan Terhadap Anak Sendiri (Part 2)
Tanpa pikir panjang di hadapan anaknya, pria itu langsung menindihku dengan badannya yang besar sambil mengikatkan tali di tangan dan kakiku.
Saking kencangnya membuatku menjerit, "Aww!"
Saat itu aku tidak sengaja melihat namanya yang ada di seragam perawat yang dia pakai , tertulis Jaha.
Kemudian dia membiarkanku tergeletak begitu saja. Anaknya yang baru pulang sekolah masih memakai baju seragam SMP dengan nama Ria di dada. Pasti itu namanya. Dia cuma terdiam melihatku diperlakukan seperti binatang, mungkin takut melawan ayahnya.
Saat Jaha pergi memeriksa hal yang menakutkan di luar seperti dikatakan anaknya, Ria. Aku memanfaat kesempatan ini bicara pada Ria, "Dik, tolong kakak. Bawa kakak menjauh. Di sini menakutkan."
Dia menjawab sambil menunjuk ke arah jendela, "Itu cuma layang-layang warna hitam yang putus lalu tersangkut dan menutupi jendela. Tidak perlu ada yang ditakutkan kak."
Aku bingung, "Terus yang kamu bilang menakutkan itu ke ayahmu apa?"
Dia duduk bersila di depanku sambil membuka buku pelajarannya, "Ada suara aneh di mobil ayah!" Jawabnya singkat.
Aku berusaha membujuknya, "Dik, lepaskan kakak."
Tanpa melihatku, dia menjawab, "Ayah akan melampiaskan nafsunya ke aku. Kalau kakak gak ada."
Ucapannya membuatku tercengang. Bisa-bisanya anak kecil seperti dia ngomong seperti itu.
Tiba-tiba Jaha datang dan langsung menarik rambut Ria yang lagi duduk, hingga terpaksa Ria harus berdiri.
" Ini mainan Walkie talkiemu kenapa bisa di dalam mobil ayah?"
Ria benar-benar aneh, tidak terlihat kesakitan sedikitpun, "Aku gak sengaja meninggalkan alat komunikasi genggam itu di dalam mobil, saat ayah antar aku ke sekolah pagi tadi. Kalau aku pinjam kunci mobil, pasti ayah tidak mau memberikannya. Meski aku hanya ingin mengambil sesuatu. Jadi aku terpaksa bilang gitu. Biar ayah sendiri yang ambilkan."
Jaha benar-benar kejam. Dia membanting anaknya sendiri.
Brakkk.
"Bisa-bisanya kamu membodohi ayah. Kamu dihukum keliling rumah, tiga belas kali." Teriak Jaha.
Ria segera bangun. Mengambil mainannya kemudian dengan sedikit pincang dia melangkah pergi.
Melihat perlakuan Jaha terhadapnya anaknya sendiri membuatku benar-benar ketakutan. Badanku tidak berhenti gemetar.
"Om Jaha. Jangan lakukan ini padaku. Jika istrimu melihat, dia pasti sakit hati."
Entah ucapanku salah. Dia terlihat kesal sambil melihat nama di baju seragamnya sendiri lalu menginjak kepalaku dengan sepatunya.
Aku menjerit, "AAaa...h" Terlihat darah dari kepalaku menetes ke lantai.
Aku bodoh. Dia pasti tidak akan melepaskanku setelah aku tahu namanya.
Telpon Jaha tiba-tiba berbunyi. Dia lalu melakban mulutku. Air mataku seakan habis tak tersisa untuk diteteskan. Dia kemudian mengangkat telpon.
Karena pikiranku dipenuhi rasa sakit. Aku tidak bisa fokus memahami apa yang Jaha bicarakan ditelpon. Tapi setelah itu dia pergi meninggalkanku seorang diri di sini. Aku takut dia menjemput dan membawa pria lainnya untuk menikmatiku. Aku ketakutan!
Yang menerangiku hanya cahaya langit dari luar melalui sela-sela atap yang bolong dan dinding yang renggang. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan cahaya terbang di balik pintu gelap yang dibiarkan terbuka dari di dalam rumah.
Ingin ku berteriak tapi tidak bisa.
(Bersambung)
Saking kencangnya membuatku menjerit, "Aww!"
Saat itu aku tidak sengaja melihat namanya yang ada di seragam perawat yang dia pakai , tertulis Jaha.
Kemudian dia membiarkanku tergeletak begitu saja. Anaknya yang baru pulang sekolah masih memakai baju seragam SMP dengan nama Ria di dada. Pasti itu namanya. Dia cuma terdiam melihatku diperlakukan seperti binatang, mungkin takut melawan ayahnya.
Saat Jaha pergi memeriksa hal yang menakutkan di luar seperti dikatakan anaknya, Ria. Aku memanfaat kesempatan ini bicara pada Ria, "Dik, tolong kakak. Bawa kakak menjauh. Di sini menakutkan."
Dia menjawab sambil menunjuk ke arah jendela, "Itu cuma layang-layang warna hitam yang putus lalu tersangkut dan menutupi jendela. Tidak perlu ada yang ditakutkan kak."
Aku bingung, "Terus yang kamu bilang menakutkan itu ke ayahmu apa?"
Dia duduk bersila di depanku sambil membuka buku pelajarannya, "Ada suara aneh di mobil ayah!" Jawabnya singkat.
Aku berusaha membujuknya, "Dik, lepaskan kakak."
Tanpa melihatku, dia menjawab, "Ayah akan melampiaskan nafsunya ke aku. Kalau kakak gak ada."
Ucapannya membuatku tercengang. Bisa-bisanya anak kecil seperti dia ngomong seperti itu.
Tiba-tiba Jaha datang dan langsung menarik rambut Ria yang lagi duduk, hingga terpaksa Ria harus berdiri.
" Ini mainan Walkie talkiemu kenapa bisa di dalam mobil ayah?"
Ria benar-benar aneh, tidak terlihat kesakitan sedikitpun, "Aku gak sengaja meninggalkan alat komunikasi genggam itu di dalam mobil, saat ayah antar aku ke sekolah pagi tadi. Kalau aku pinjam kunci mobil, pasti ayah tidak mau memberikannya. Meski aku hanya ingin mengambil sesuatu. Jadi aku terpaksa bilang gitu. Biar ayah sendiri yang ambilkan."
Jaha benar-benar kejam. Dia membanting anaknya sendiri.
Brakkk.
"Bisa-bisanya kamu membodohi ayah. Kamu dihukum keliling rumah, tiga belas kali." Teriak Jaha.
Ria segera bangun. Mengambil mainannya kemudian dengan sedikit pincang dia melangkah pergi.
Melihat perlakuan Jaha terhadapnya anaknya sendiri membuatku benar-benar ketakutan. Badanku tidak berhenti gemetar.
"Om Jaha. Jangan lakukan ini padaku. Jika istrimu melihat, dia pasti sakit hati."
Entah ucapanku salah. Dia terlihat kesal sambil melihat nama di baju seragamnya sendiri lalu menginjak kepalaku dengan sepatunya.
Aku menjerit, "AAaa...h" Terlihat darah dari kepalaku menetes ke lantai.
Aku bodoh. Dia pasti tidak akan melepaskanku setelah aku tahu namanya.
Telpon Jaha tiba-tiba berbunyi. Dia lalu melakban mulutku. Air mataku seakan habis tak tersisa untuk diteteskan. Dia kemudian mengangkat telpon.
Karena pikiranku dipenuhi rasa sakit. Aku tidak bisa fokus memahami apa yang Jaha bicarakan ditelpon. Tapi setelah itu dia pergi meninggalkanku seorang diri di sini. Aku takut dia menjemput dan membawa pria lainnya untuk menikmatiku. Aku ketakutan!
Yang menerangiku hanya cahaya langit dari luar melalui sela-sela atap yang bolong dan dinding yang renggang. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan cahaya terbang di balik pintu gelap yang dibiarkan terbuka dari di dalam rumah.
Ingin ku berteriak tapi tidak bisa.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar