Rahasia Hujan Lokal (Part 3)
Enja berdiri mendekatiku dan berkata, "Ada darah di jidatmu!" Sambil mengambil tisu di meja samping kasur dan mencoba menghapus darahku.
Aku segera menghentikan tangannya, "Mungkin terluka gara kejedot tadi. Biar aku saja!" Lalu mengambil tisunya untuk ngelap darah yang keluar. Setelah bersih aku langsung berikan Plester Luka saja karena lukanya kecil.
Terlihat Enja kembali duduk. Sepertinya lukanya belum pulih. Aku segera menawarinya makan, "Istirahatlah! Kamu suka sup Ayam. Aku akan membawakannya ke sini."
Dia mengangguk dan aku segera pergi ke dapur.
Di sana aku bertemu ibu yang langsung bertanya, "Pemuda itu sudah sadar, apa kamu tahu namanya?"
Sambil bergegas membawa Sup Ayam dan Cangkir teh hangat, aku menjawab, "Sudah bu, namanya Enja."
Aku datang kembali ke kamar dan mendekati Enja sambil membawa mangkuk dan cangkir, "Kamu tidak apa-apa?" Tanyaku menkhawatirkan keadaannya.
Dia menyambut mangkuk yang ku bawa, "Aku tidak apa." Lalu memakan sup Ayam buatanku dengan lahap, entah karena dia kelaparan atau memang suka.
Dia berhenti makan setelah supnya habis tak tersisa. Saat dia menatapku, segera ku berikan minum dan bertanya, "Kamu mau nambah?"
Dia tersenyum sambil menyambut cangkir air teh hangat yang ku berikan, "Sudah cukup!"
Setelah Enja selesai makan dan minum, mangkuk dan cangkir kosong dia kasih ke aku kembali. Lalu ku letakan di meja samping kasur karena ku tidak sabar untuk mengajaknya bicara lagi, "Kamu ingat sesuatu tentang masa lalumu."
Dia hanya diam seperti berusaha untuk mengingat, membuatku cemas, "Tidak usah dipaksakan!"
Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ibu terlihat di sana, "Huja, apa Enja sudah selesai makan?"
Aku menjawabnya, "Sudah bu!"
Ibu langsung memerintahku, "Kalau begitu kamu segera tidur. Ayah yang akan menemani Enja. Kamu tidur di kamar sebelah sama ibu."
Saat aku keluar, Ayah masuk. Terlihat Ayah sedang bicara dengan Enja, aku berhenti berjalan untuk mendengarkannya. Tapi Ibu menarikku agar cepat masuk kamar sebelah, "Cepat tidur. Besok kamu sekolah."
Pagi harinya setelah bangun, aku segera menuju kamarku yang jadi tempat tidur Enja saat ini. Tapi aku kaget saat Enja tidak ada lagi.
Aku berlari ke luar rumah dan mencari Ayah yang bersiap ke kebun, "Ayah usir Enja?" Tanyaku kesal saat bertemunya di jalan.
Ayah menunjuk ke arah sungai, "Enja ingin melihat tempat dia ditemukan. Ayah cuma mengantarnya. Kata dia bisa pulang ke sini sendiri, jadi Ayah tinggalkan."
Aku segera berlari menuju tempat Enja berada dan melewati Ayah. Tapi aku segera berhenti dan menghampiri Ayah kembali, "Maaf Ayah yang tadi." Sambil mencium tangannya.
Ayah menjawabnya, "Iya, Ayah maafkan."
Aku tersenyum dan segera pergi.
Di tengah jalan tiba-tiba hujan turun di daerah yang kecil saja, tepatnya di depanku. Sedangkan tempatku berpijak tidak hujan, "Apa ini hujan lokal?"
Karena baru menemuinya, aku segera mandi hujan dan membasahi tubuhku. Tiba-tiba hujan berhenti, lalu terdengar suara pria, "Maaf dik. Pipa ledeng bocor. Bapak sedang memperbaiki."
Aku kecewa itu bukan hujan, "Maaf pak, ganggu." Lalu kembali melanjutkan perjalanan ke sungai.
Saat tiba di sungai, aku kaget. Sungai sudah surut, tapi tidak ada seorangpun di sana, hanya aku sendiri.
Lama ku terdiam di sana, tiba-tiba ada anak kecil laki-laki yang datang menghampiriku, "Kakak lagi cari kak Enja ya?"
Aku terkejut dan langsung bertanya senang, "Iya benar, di mana dia dik?"
Dia tersenyum, "Kak Enja ada di sini."
Aku segera melihat ke sekeliling tapi tidak menemukan Enja. Itu membuatku mulai takut dan menatap anak kecil itu dengan gemetar.
(Bersambung)
Aku segera menghentikan tangannya, "Mungkin terluka gara kejedot tadi. Biar aku saja!" Lalu mengambil tisunya untuk ngelap darah yang keluar. Setelah bersih aku langsung berikan Plester Luka saja karena lukanya kecil.
Terlihat Enja kembali duduk. Sepertinya lukanya belum pulih. Aku segera menawarinya makan, "Istirahatlah! Kamu suka sup Ayam. Aku akan membawakannya ke sini."
Dia mengangguk dan aku segera pergi ke dapur.
Di sana aku bertemu ibu yang langsung bertanya, "Pemuda itu sudah sadar, apa kamu tahu namanya?"
Sambil bergegas membawa Sup Ayam dan Cangkir teh hangat, aku menjawab, "Sudah bu, namanya Enja."
Aku datang kembali ke kamar dan mendekati Enja sambil membawa mangkuk dan cangkir, "Kamu tidak apa-apa?" Tanyaku menkhawatirkan keadaannya.
Dia menyambut mangkuk yang ku bawa, "Aku tidak apa." Lalu memakan sup Ayam buatanku dengan lahap, entah karena dia kelaparan atau memang suka.
Dia berhenti makan setelah supnya habis tak tersisa. Saat dia menatapku, segera ku berikan minum dan bertanya, "Kamu mau nambah?"
Dia tersenyum sambil menyambut cangkir air teh hangat yang ku berikan, "Sudah cukup!"
Setelah Enja selesai makan dan minum, mangkuk dan cangkir kosong dia kasih ke aku kembali. Lalu ku letakan di meja samping kasur karena ku tidak sabar untuk mengajaknya bicara lagi, "Kamu ingat sesuatu tentang masa lalumu."
Dia hanya diam seperti berusaha untuk mengingat, membuatku cemas, "Tidak usah dipaksakan!"
Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ibu terlihat di sana, "Huja, apa Enja sudah selesai makan?"
Aku menjawabnya, "Sudah bu!"
Ibu langsung memerintahku, "Kalau begitu kamu segera tidur. Ayah yang akan menemani Enja. Kamu tidur di kamar sebelah sama ibu."
Saat aku keluar, Ayah masuk. Terlihat Ayah sedang bicara dengan Enja, aku berhenti berjalan untuk mendengarkannya. Tapi Ibu menarikku agar cepat masuk kamar sebelah, "Cepat tidur. Besok kamu sekolah."
Pagi harinya setelah bangun, aku segera menuju kamarku yang jadi tempat tidur Enja saat ini. Tapi aku kaget saat Enja tidak ada lagi.
Aku berlari ke luar rumah dan mencari Ayah yang bersiap ke kebun, "Ayah usir Enja?" Tanyaku kesal saat bertemunya di jalan.
Ayah menunjuk ke arah sungai, "Enja ingin melihat tempat dia ditemukan. Ayah cuma mengantarnya. Kata dia bisa pulang ke sini sendiri, jadi Ayah tinggalkan."
Aku segera berlari menuju tempat Enja berada dan melewati Ayah. Tapi aku segera berhenti dan menghampiri Ayah kembali, "Maaf Ayah yang tadi." Sambil mencium tangannya.
Ayah menjawabnya, "Iya, Ayah maafkan."
Aku tersenyum dan segera pergi.
Di tengah jalan tiba-tiba hujan turun di daerah yang kecil saja, tepatnya di depanku. Sedangkan tempatku berpijak tidak hujan, "Apa ini hujan lokal?"
Karena baru menemuinya, aku segera mandi hujan dan membasahi tubuhku. Tiba-tiba hujan berhenti, lalu terdengar suara pria, "Maaf dik. Pipa ledeng bocor. Bapak sedang memperbaiki."
Aku kecewa itu bukan hujan, "Maaf pak, ganggu." Lalu kembali melanjutkan perjalanan ke sungai.
Saat tiba di sungai, aku kaget. Sungai sudah surut, tapi tidak ada seorangpun di sana, hanya aku sendiri.
Lama ku terdiam di sana, tiba-tiba ada anak kecil laki-laki yang datang menghampiriku, "Kakak lagi cari kak Enja ya?"
Aku terkejut dan langsung bertanya senang, "Iya benar, di mana dia dik?"
Dia tersenyum, "Kak Enja ada di sini."
Aku segera melihat ke sekeliling tapi tidak menemukan Enja. Itu membuatku mulai takut dan menatap anak kecil itu dengan gemetar.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar