Tidak Bisa Ditebak (Part 22)
Di tengah kepanikan pengunjung hotel, aku mendekati Sanja yang sedang menghentikan Yena bersama pria yang lebih dewasa.
"Jika wanita salah, jangan menjerumuskan apalagi memarahinya." Ucap Sanja kepada pria itu.
Lampu hias hotel yang jatuh bukan satu-satunya keanehan yang muncul semenjak kemunculan Sanja.
"A a a..." Seakan pria itu tidak bisa menjawab kemudian dia pergi meninggalkan Yena lalu masuk ke lift. Sanja mengarahkan pandangannya ke arah lift kemudian ke arahku.
"Hai Lina. Senang bertemu denganmu." Sapa Sanja ketika melihatku.
Aku segera mengarahkan pandanganku ke lift, tulisan di atasnya menunjukan lantai 13, tempat yang dituju oleh pria itu. Hotel ini tidak ada lantai 13, hal aneh itu membuatku terdiam.
"Jika ada yang jahati ataupun punya masalah jangan ragu bilang ke aku." Ucap Sanja ke arah Yena.
"Emang kamu malaikat pelindungnya. Kamu seharusnya pikirkan perasaan pacarmu juga." Marahku kepada Sanja.
"Maaf, aku tidak terlalu mengerti perasaan wanita, tapi aku akan berusaha belajar untuk mengerti." Kata-kata Sanja membuatku kagum hingga terdiam.
"Dan sesama wanita seharusnya saling mengerti." Lanjut Sanja.
"Kamu udah berpikiran untuk poligami sebelum menikah." Jawabku emosi.
"Aku akan melindungi Yena sampai dia punya pasangan." Sambung Sanja.
Telpon Sanja kemudian berbunyi, "Aku angkat telpon dulu." Izin Sanja lalu menjauh.
Aku memandang Yena yang menundukan kepalanya dari tadi.
"Kamu gak punya laki-laki lain, selain Sanja?" Ucapku.
"Dia hidup sebatang kara. Kamu ingin aku meninggalkannya begitu saja." Ucap Sanja yang muncul kembali tiba-tiba.
"Kamu keluarganya?" Tanyaku ke Sanja.
"Bukan, Sanja menyelamatkan masa depanku berkali-kali bahkan tidak terhitung." Sambung Yena.
Kali ini telponku berbunyi. Dari ayah.
"Kamu di mana? Ini udah terlalu lama." Ucap ayah.
"Iya ayah, saya akan segera ke sana." Jawabku, kemudian ayah tutup.
Telpon tadi mengalihkan perhatianku. Sanja dan Yena menghilang dari pandanganku.
"Sial, dia bahkan tidak pamit denganku." Ucapku bicara sendiri udah ketularan keanehan Sanja.
Bunyi SMS terdengar. Aku melihatnya. Dari Sanja.
"Aku pamit, lagi buru-buru." Isi pesannya.
"Yang benar aja dia pamit lewat SMS." Kembali aku bicara sendiri karena kesal.
Aku tanya sama pelayan hotel yang agak sibuk dan juga panik.
"Lihat pemuda tampan dan gadis pakaian serba putih yang bicara denganku tadi?"
Sambil mengangkat telponnya dia menjawab, "Tadi mereka keluar dari hotel."
Aku segera mencari mereka keluar dari hotel.
Saat aku keluar dari pintu hotel, bersiap pergi menuju halaman.
"A ah..." Aku terjatuh dan kembali masuk ke dalam hotel. Aku gemetar. Baru saja diterjang sekelompok burung gagak. Hal ini seperti Deja Vu.
"Doaaar..." Suara keras terdengar dari atas hotel.
Seketika orang-orang di sana panik. Puing-puing hotel berjatuhan tepat di hadapanku, di halaman hotel.
Beberapa orang dengan darah di kepalanya berlarian ke arahku.
Tubuhku gemetar, tidak bisa digerakan.
(Bersambung)
"Jika wanita salah, jangan menjerumuskan apalagi memarahinya." Ucap Sanja kepada pria itu.
Lampu hias hotel yang jatuh bukan satu-satunya keanehan yang muncul semenjak kemunculan Sanja.
"A a a..." Seakan pria itu tidak bisa menjawab kemudian dia pergi meninggalkan Yena lalu masuk ke lift. Sanja mengarahkan pandangannya ke arah lift kemudian ke arahku.
"Hai Lina. Senang bertemu denganmu." Sapa Sanja ketika melihatku.
Aku segera mengarahkan pandanganku ke lift, tulisan di atasnya menunjukan lantai 13, tempat yang dituju oleh pria itu. Hotel ini tidak ada lantai 13, hal aneh itu membuatku terdiam.
"Jika ada yang jahati ataupun punya masalah jangan ragu bilang ke aku." Ucap Sanja ke arah Yena.
"Emang kamu malaikat pelindungnya. Kamu seharusnya pikirkan perasaan pacarmu juga." Marahku kepada Sanja.
"Maaf, aku tidak terlalu mengerti perasaan wanita, tapi aku akan berusaha belajar untuk mengerti." Kata-kata Sanja membuatku kagum hingga terdiam.
"Dan sesama wanita seharusnya saling mengerti." Lanjut Sanja.
"Kamu udah berpikiran untuk poligami sebelum menikah." Jawabku emosi.
"Aku akan melindungi Yena sampai dia punya pasangan." Sambung Sanja.
Telpon Sanja kemudian berbunyi, "Aku angkat telpon dulu." Izin Sanja lalu menjauh.
Aku memandang Yena yang menundukan kepalanya dari tadi.
"Kamu gak punya laki-laki lain, selain Sanja?" Ucapku.
"Dia hidup sebatang kara. Kamu ingin aku meninggalkannya begitu saja." Ucap Sanja yang muncul kembali tiba-tiba.
"Kamu keluarganya?" Tanyaku ke Sanja.
"Bukan, Sanja menyelamatkan masa depanku berkali-kali bahkan tidak terhitung." Sambung Yena.
Kali ini telponku berbunyi. Dari ayah.
"Kamu di mana? Ini udah terlalu lama." Ucap ayah.
"Iya ayah, saya akan segera ke sana." Jawabku, kemudian ayah tutup.
Telpon tadi mengalihkan perhatianku. Sanja dan Yena menghilang dari pandanganku.
"Sial, dia bahkan tidak pamit denganku." Ucapku bicara sendiri udah ketularan keanehan Sanja.
Bunyi SMS terdengar. Aku melihatnya. Dari Sanja.
"Aku pamit, lagi buru-buru." Isi pesannya.
"Yang benar aja dia pamit lewat SMS." Kembali aku bicara sendiri karena kesal.
Aku tanya sama pelayan hotel yang agak sibuk dan juga panik.
"Lihat pemuda tampan dan gadis pakaian serba putih yang bicara denganku tadi?"
Sambil mengangkat telponnya dia menjawab, "Tadi mereka keluar dari hotel."
Aku segera mencari mereka keluar dari hotel.
Saat aku keluar dari pintu hotel, bersiap pergi menuju halaman.
"A ah..." Aku terjatuh dan kembali masuk ke dalam hotel. Aku gemetar. Baru saja diterjang sekelompok burung gagak. Hal ini seperti Deja Vu.
"Doaaar..." Suara keras terdengar dari atas hotel.
Seketika orang-orang di sana panik. Puing-puing hotel berjatuhan tepat di hadapanku, di halaman hotel.
Beberapa orang dengan darah di kepalanya berlarian ke arahku.
Tubuhku gemetar, tidak bisa digerakan.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar