Untuk Yang Tersayang (Part 32)
Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Inda lega karena bukan Aga, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Aga. Inda mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Aga. Dengan perasaan takut Inda bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"
Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"
Inda ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Aga yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.
Saat sampai di depan rumah Inda terkejut melihat Aga yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Inda justru cemburu. Dia menghampiri Aga dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Inda sambil menangis.
Aga menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"
Inda yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba menyindir Aga dan Aliya agar tahu penyebab dia menangis sedih.
Aliya merasa kasihan dan ikut bicara, "Setidaknya. Biar aku bantu memperbannya!"
Inda tidak bisa mengendalikan emosinya dan berteriak, "Enyah dari hadapanku."
Aliya yang tahu maksud Inda kemudian pergi. Tapi Aga yang benar-benar tidak tahu tetap bertahan.
Aga melihat tangan kanan Inda dan bicara, "Sepertinya aku tidak perlu mengkhawatirkan tanganmu yang kotor. Jadi bisa segera menghilangkan rasa laparku ini!"
Inda kaget dan bicara dalam hati, 'Sudah ku duga. Aga punya maksud tersembunyi di balik perhatiannya itu. Dia ingin tanganku ini bersih agar dapat memakannya dengan tenang.'
Meski takut tapi Inda tetap rela berkorban untuk Aga yang hatinya entah untuk siapa, sambil menjulurkan tangan kanannya Inda bicara, "Makanlah. Tidak perlu takut bakteri. Aku pastikan bersih."
Aga memegang tangan Inda dan menariknya ke dalam rumah.
Aga membawa Inda ke dapur dan menunjuk penggorengan, "Masaklah!"
Inda semakin terkejut, hatinya pun bicara, 'Apa? Aku disuruh Aga memasak tanganku sendiri. Bagaimana mungkin aku sanggup melakukan itu!'
Inda menarik napasnya yang panjang. Hatinya tegas bicara, 'Apapun aku lakukan demi Aga.'
Inda tersenyum ke arah Aga, "Tentu, apa yang tidak untukmu Aga."
Dengan cepat Inda mengambil pisau dengan tangan kirinya yang terkilir. Sekuat tenaga meski nyeri, Inda memaksakan menggerakan tangan kirinya dan mengarahkan ke siku tangan kanannya. Walaupun Inda sudah menggigit bibirnya hingga berdarah agar tidak berteriak. Jeritan Inda tetap terdengar, "Aaah..." Dia tidak kuasa menahannya.
Darahpun mengalir!
(Bersambung)
Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"
Inda ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Aga yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.
Saat sampai di depan rumah Inda terkejut melihat Aga yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Inda justru cemburu. Dia menghampiri Aga dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Inda sambil menangis.
Aga menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"
Inda yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba menyindir Aga dan Aliya agar tahu penyebab dia menangis sedih.
Aliya merasa kasihan dan ikut bicara, "Setidaknya. Biar aku bantu memperbannya!"
Inda tidak bisa mengendalikan emosinya dan berteriak, "Enyah dari hadapanku."
Aliya yang tahu maksud Inda kemudian pergi. Tapi Aga yang benar-benar tidak tahu tetap bertahan.
Aga melihat tangan kanan Inda dan bicara, "Sepertinya aku tidak perlu mengkhawatirkan tanganmu yang kotor. Jadi bisa segera menghilangkan rasa laparku ini!"
Inda kaget dan bicara dalam hati, 'Sudah ku duga. Aga punya maksud tersembunyi di balik perhatiannya itu. Dia ingin tanganku ini bersih agar dapat memakannya dengan tenang.'
Meski takut tapi Inda tetap rela berkorban untuk Aga yang hatinya entah untuk siapa, sambil menjulurkan tangan kanannya Inda bicara, "Makanlah. Tidak perlu takut bakteri. Aku pastikan bersih."
Aga memegang tangan Inda dan menariknya ke dalam rumah.
Aga membawa Inda ke dapur dan menunjuk penggorengan, "Masaklah!"
Inda semakin terkejut, hatinya pun bicara, 'Apa? Aku disuruh Aga memasak tanganku sendiri. Bagaimana mungkin aku sanggup melakukan itu!'
Inda menarik napasnya yang panjang. Hatinya tegas bicara, 'Apapun aku lakukan demi Aga.'
Inda tersenyum ke arah Aga, "Tentu, apa yang tidak untukmu Aga."
Dengan cepat Inda mengambil pisau dengan tangan kirinya yang terkilir. Sekuat tenaga meski nyeri, Inda memaksakan menggerakan tangan kirinya dan mengarahkan ke siku tangan kanannya. Walaupun Inda sudah menggigit bibirnya hingga berdarah agar tidak berteriak. Jeritan Inda tetap terdengar, "Aaah..." Dia tidak kuasa menahannya.
Darahpun mengalir!
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar