Berada Di Sekolah Seram (Part 16)

Berada Di Sekolah Seram (Part 16)

Dari kami bertiga, pemuda ini cuma memandangi Aya. Sepertinya dia tergoda dengan keseksian Aya, yang mengenakan celana pendek putih, baju ketat putih dan kulit yang putih mulus.
Aku berdiri menghalangi pandangannya.
"Apa yang kamu lihat?" Tanyaku.
"Tadi aku dengar pembicaraan kalian. Jadi temanmu yang cantik itu namanya Aya." Jawabnya.
Aku terus memandang dia tajam.
"Namaku Hita." Pemuda itu mengulurkan tangan.
Belum sempat aku menyambut tangannya, Sintia tiba-tiba menyalami Hita, "Kalau aku Sintia. Dan temanku yang jutek ini namanya Lina."
"Bagaimana bisa kamu dapatkan HP Aya?" Sambungku.
"Aku lihat dari jauh Aya berdebat sama supir Angkot. Jadi pas angkot itu lewat dihadapanku, aku menghentikannya dan tanya. Temanmu terlalu polos. Dia tukar HPnya buat ongkos angkot." Jelas Hita.
"Biar aku yang ganti'in uang kamu karena telah kembali'in HP temanku, berapa yang kamu keluarkan?" Sambung Sintia.
"Tidak usah. Uang sebesar itu kecil bagi pengusaha sepertiku." Jawab Hita.
Sombong banget dia.
"Terima kasih." Ucapku.
"Sintia, Aya, ayo kita masuk ke sekolah. Nanti keburu tengah malam." Perintahku sambil mengambil kunci pagar di saku yang diberikan Kepsek sore tadi.
Setelah pagar terbuka, kami masuk. Terlihat Hita juga pergi.

Di depan kami, berdiri sekolah yang berbentuk persegi panjang berlantaikan dua.
"Aku akan bersihkan lorong lantai dua. Sintia dan Aya bersihkan lorong di lantai satu. Bagaimana? Kalian keberatan." Perintahku.
"Tidak." Jawab Aya.
"Ayo." Lanjut Sintia.
Sebenarnya aku takut sendiri. Tapi aku lebih takut lagi kena marah Kepsek. Aku tidak ingin orang tuaku juga ikut dilibatkan dalam masalahku.

Aku berpisah dengan Aya dan Sintia di ruang kebersihan setelah mengambil ember dan alat pel. Aku naik tangga dari ujung bangunan di arah selatan, sambil melihat ke arah halaman dan gerbang sekolah yang tampak sunyi. Di lantai dua aku dihadapkan dengan lorong panjang yang menuju ke utara.
Aku harus berani meskipun ada lampu lorong yang kedap kedip. Aku jalan terus setelah mengisi air di ember lewat kran di depan sebuah kelas samping kiriku. Saat aku mematikan kran, suara tetesan air masih terdengar. Aku memilih segera ngepel lantai sambil jalan terus. Mengabaikan tetesan air aneh itu dan ruangan di samping kanan dan kiriku yang terlihat seram. Semakin banyak aku melangkah, suara aneh sering terdengar. Dari suara kursi yang bergeser sampai suara yang memanggilku dari belakang yang tidak kukenal.

Saat aku menoleh tidak ada orang. Aku berusaha lari ke utara, tapi lorong seakan memanjang. Sampai aku letih dan kakiku pegal, masih belum sampai juga ke ujung lorong. Aku ketakutan. Tiba-tiba sosok misterius muncul di hadapanku. Segera aku kerahkan tenaga untuk memukul sosok itu dengan tanganku sambil memejamkan mata. Berharap sosok itu pergi.

"Lina!" Sosok itu bicara. Kali ini, aku mengenal suaranya. Aku beranikan menatap wajahnya. Benar itu suara Sanja. Aku langsung memeluknya. Merasa senang. Tapi kemudian heran.
"Kamu kenapa ada di sini? Apa kamu merasakan hawa hantu?" Tanyaku.
"Firasatku tidak enak. Saat aku lewat, tidak sengaja lihat mobil Sintia di depan sekolah. Jadi aku periksa." Jawab Sanja.
"Kami dapat hukuman." Balasku.
"Kamu dapat istirahat. Biar aku yang gantikan kamu menjalani hukuman." Sambung Sanja sambil mengambil alat pel yang aku pegang.
"Kamu terluka?" Tanyaku melihat bibirnya berdarah.
"Cuma luka kecil. Tak apa!" Jawabnya.
"Apa aku yang melakukannya tadi? Maafkan aku." Tanyaku penuh rasa bersalah.
"Sebelum kamu minta maaf, aku sudah memaafkanmu." Jawab Sanja.
Aku tidak tahu harus melakukan apa, yang jelas perasaanku senang bersama dengannya. Saat aku melangkah tiba-tiba aku jatuh. Beruntung Sanja refleks menangkapku, dan langsung menggendongku.
"Aku akan mengantarmu istirahat di mobil Sintia. Sepertinya kamu kelelahan." Ucap Sanja.
Aku gugup dan membiarkan Sanja membawaku ke ujung lorong di utara menuju lantai satu.

"Toloong!" Suara teriakan Sintia tiba-tiba terdengar.

(Bersambung)

Download Wallpaper