Bersama Di Ruang Sunyi (Part 8)

Bersama Di Ruang Sunyi (Part 8)

Kemampuan Fajer membuatku penasaran sekaligus cemas. Dia juga terkesan tidak mau memberitahunya ke aku.
"Kenapa diam? Cepat katakan! Bagaimana kamu tahu? Apa kamu punya kemampuan menerawang? Buktinya bisa lihat HPku saat di dalam rok!" Tanyaku sambil menghindari pandangannya dengan sembunyi di samping Toilet.
Tanpa menghampiriku. Fajer balik tanya.
"Kamu pernah dengar seseorang yang bisa lihat masa depan?"
"Iya." Jawabku singkat.
"Kemampuan itu menurutku malah tidak wajar. Masa depan cuma Sang Pencipta yang tahu. Aku punya kemampuan sebaliknya dan itu wajar. Melihat masa lalu yang sudah dialami manusia. Aku cuma hadir di masa lalu kamu, melihatnya seperti film 3 Dimensi dan memperhatikan luar rokmu saja." Jawab Fajer membuatku berani muncul di hadapannya lagi.
"Wajar kalau masa lalu yang kamu lihat itu, milikmu sendiri. Kalau kamu juga bisa melihat masa lalu orang lain itu sangat tidak wajar. Bagaimana cara kamu melakukannya?" Tanyaku lagi benar-benar tertarik. Jika aku tahu bagaimana caranya. Mungkin aku bisa memiliki kemampuannya juga.
"Nanti akan aku kasih tahu caranya setelah film yang kita buat selesai." Jawab Fajer mencoba memaksaku untuk mengikuti Ekskulnya secara tidak langsung. Kemudian dia pergi, lalu bunyi lonceng masuk terdengar.

Saat berada di dalam kelas. Semua murid sudah duduk rapi. Tiba-tiba Wali Kelas masuk dengan seorang siswi yang tidak kami kenal.
"Ini adalah teman baru kalian, siswi baru pindahan sekolah lain." Ucap Wali Kelas di hadapan kami.
"Silahkan perkenalkan dirimu!" Perintah Wali Kelas ke Siswi itu.
Aku memperhatikan para siswa, mereka takjub melihat siswi baru itu. Sebaliknya para siswi justru telihat tidak suka.

Siswi itu sambil memasang muka manisnya memperkenalkan diri, "Perkenalkan namaku Ahaya. Aku dari SMA Modeling Khusus Cewek. Kalian pasti tahukan, yang diterima di sana pasti cantik-cantik. Selain tempat untuk sekolah, di sana juga dijadikan tempat bisnis. Para cowok-cowok kaya akan mudah memilih istri mudanya di sana..."
"Sudah hentikan." Potong Wali Kelas.
"Langsung saja sampaikan harapanmu di sekolah ini!" Perintah Wali Kelas.
Ahaya kembali bicara, "Saya berharap kalian para cewek, tidak iri dengan kecantikanku..." Kembali dipotong Wali Kelas.
"Maksudnya, dia berharap dapat berteman sekaligus belajar di sini." Ucap Wali Kelas ke kami dengan wajah cemas.
"Tidak usah bicara lagi, silahkan kamu duduk." Perintah Wali Kelas dengan sedikit kesal ke Ahaya.

Aku juga tidak suka dengan sifat sombong Ahaya. Tapi dia justru menghampiri kursi kosong di sampingku dan duduk di sana. Membuatku cuma bisa tersenyum terpaksa di hadapannya. Kok dia duduk di sebelahku sih ucapku dalam benak.

Terlihat tatapan tajam para siswi menusuk ke Ahaya. Baru masuk sekolah, dia sudah punya musuh. Rasa tidak sukaku berubah menjadi kasihan.

"Kamu cantik juga?" Puji Ahaya ke aku.
"Terima kasih." Jawabku, baru kali ini dipuji cantik oleh cewek lain.
"Aku jadi suka sama kamu." Ucap Ahaya bikin aku tercengang dan cuma bisa buatku terdiam.
"Kita sama-sama cantik. Sepertinya kita cocok." Ucapnya lagi sambil memegang tanganku. Aku sampai keringatan karena saking cemasnya.

Sambil melepaskan tangan Ahaya, "Aku juga senang bisa berteman denganmu." Jawabku sambil tersenyum.
Dia membalas senyumanku. Entah kenapa senyumannya ke aku rasanya beda. Sepertinya aku tahu, kenapa dia di pindahkan dari sekolah khusus cewek ke sekolah ini, selain ada cewek, di sini juga ada cowok.
"Pelajaran sudah mulai, Ahaya. Gurunya sudah ada di depan." Ucapku berusaha memberi dia kode agar menghentikan tatapannya yang terus ke arahku.
Dia lalu menghadap ke depan dan mengeluarkan buku pelajarannya.

Setelah waktu istrahat ke dua tiba. Aku bergegas ke luar kelas. Saat aku di depan pintu ke luar. Buna muncul di hadapan dan menghalangiku.
"Aku mau ke kantin. Kamu mau ke kantin juga kan? Ayo kita bareng ke sana. Aku yang traktir." Tawar Buna tidak membuatku tertarik. Mengingat perlakuan tidak sopannya kemaren yang membuatku takut.
Tiba-tiba Ahaya datang dan langsung menggandeng tanganku.
"Aku gak tahu kantin sekolah ini di mana? Kamu tunjukin ke aku ya." Ucap Ahaya sambil memohon.
Dengan keadaan gugup, aku melepaskan tangannya dari tanganku.
"Perkenalkan ini Buna. Dia juga mau ke kantin. Jadi dengan dia saja." Ucapku membuat Ahaya dan Buna cemberut.
Tanpa pikir panjang aku segera kabur dari sana.

Aku sebenarnya mau ke kantin. Tapi kalau ada mereka berdua aku jadi takut. Baru kali ini ada yang lebih seram dari hantu dalam hidupku. Aku lalu duduk di depan ruang Ekskul Fajer. Bermaksud memejamkan mata sebentar, kali aja rasa laparku menghilang. Meskipun panas matahari menyinari wajahku langsung. Aku tidak peduli lagi.

Saat aku memejamkan mata. Tiba-tiba rasa panas matahari di wajahku menghilang. Aku senang, mungkin awan mendung sedang memperhatikanku. Semakin lama aku memejamkan mata malah membuatku hampir ketiduran bahkan tubuhku hampir jatuh ke samping. Tapi aku merasakan ada yang aneh. Tubuhku seakan ada yang menyangga. Aku serasa lagi rebahan dibantalku yang empuk. Kemudian aku sadar lagi ada di sekolah bukan ada di rumah. Aku langsung membuka mataku. Aku melihat Fajer duduk di sampingku sambil melindungi cahaya matahari menyinariku dengan buku yang dia pegang. Aku agak malu karena tidak sadar lagi bersandar di bahunya.
"Sejak kapan kamu di sini. Kenapa tidak membangunkanku!" Tanyaku malu-malu.
"Kebetulan saat aku hadir kamu sudah terpejam. Aku takut menganggumu dan memilih menunggumu sampai bangun." Jelas Fajer.
"Oh iya. Ini kunci ruangan Ekskul kita, cuma ada satu. Kalau kamu mau istirahat masuk saja. Biar aman, kunci dari dalam. Aku tidak tega lihat kamu harus kepanasan seperti ini." Ucap Fajer lagi sambil memberikan kunci ke tanganku.

Kami lalu masuk ke ruangan Ekskul bersama. Saat aku mau menutup pintunya. Fajer melarangku.
"Biar saja terbuka kan ada kita berdua di dalamnya..."
"...Ada lemari makanan ringan dan minuman kaleng di sana. Kalau kamu ingin, masukin uang koin saja buat ngambilnya. Makanan dan minuman di sana jauh lebih aman dibandingkan pemberian langsung orang lain." Jelas Fajer sambil menunjuk sudut ruangan sambil meletakan beberapa uang koin di meja.
Kebetulan sekali aku tidak punya uang koin dan lagi laper. Aku meletakan uang kertas di meja Fajer dan mengambil uang koin yang kuperlukan. Kehadiran Fajer seakan-akan aku nantikan.

Setelah puas mengisi perut kosong ini. Aku kembali duduk di hadapan meja Fajer.
"Jadi mana anggota lainnya?" Tanyaku.
"Itu masalahnya. Kehororan sekolah ini sudah bikin murid lainnya takut. Ditambah Ekskul ini yang mau buat film horor. Akibatnya gak ada yang mau masuk ke sini. Kalau kamu punya kenalan dekat. Kamu bisa ajak ke sini." Jelas Fajer.

Fajer sudah bantu aku banyak. Sudah saatnya aku bantu dia. Tapi selama sekolah di sini. Aku bahkan tidak punya teman dekat sama sekali.

Eh tiba-tiba wajah Buna dan Ahaya muncul dipikiranku.
"Aduh, kok muncul malah muka mereka sih." Ucapku sambil memegang kepala.
"Ada ya. Ajak saja mereka." Sambung Fajer dengan penuh harap.
"Berapapun jumlah mereka yang kamu maksud. Tidak masalah. Tidak lucukan jika film horor yang kita buat, cuma kita berdua pemainnya." Ucap Fajer seakan-akan aku satu-satunya harapan dia.

Aku lalu menuju ke kantin. Seperti dugaanku. Buna dan Ahaya ada di sana tapi duduk di meja yang berbeda. Aku lalu duduk di kursi yang mejanya sama dengan Ahaya. Ekspresi Ahaya yang terlihat tidak bersemangat langsung semangat seketika. Buna tiba-tiba ikut pindah ke meja kami sambil membawa makanannya dan langsung ditanya Ahaya.
"Ngapain kamu ke sini? Aku tidak mau dekat-dekat denganmu!"
"Jangan besar kepala. Aku lagi deketin Enli bukannya kamu." Balas Buna.
Baru saja aku kenalin mereka berdua dengan harapan dapat berteman dan melupakan rasa sukanya ke aku, mereka malah tidak akur.
"Jangan berantem, nanti aku yang dikira penyebabnya oleh teman-teman lain..."
"...Aku ke sini mau ngajak kalian..." Belum selesai aku bicara. Langsung mereka potong.
"Mau." Jawab Ahaya dan Buna hampir serentak.
"Kenapa kamu ikut-ikut aku." Marah Ahaya.
"Aku lebih cepat 3 detik ngucapinnya sebelum kamu." Balas Buna tidak mau kalah.
"Kalau kalian berantem terus, aku gak jadi ajak kalian." Balasku kesal dan berhasil membuat mereka tenang. Lalu aku membawa mereka ke ruangan Ekskul Seni Film.

Di sana sudah ada Fajer yang menunggu.
"Ngapain kita ke sini?" Tanya Ahaya.
"Kamu sudah jelaskan ke mereka sebelum ngajak ke sini?" Tanya Fajer ke aku dengan sedikit heran.
"Aku belum sempat jelaskan tapi, mereka sudah bilang mau." Jawabku apa adanya.
"Perkenalkan, siswi di sampingku namanya Ahaya dan siswa disampingku namanya Buna. Mereka teman sekelasku." Lanjutku lagi.
"Baiklah, selamat datang di Ekskul Seni Film. Di sini tidak seperti Ekskul lainnya, teori dulu baru praktek, tapi langsung ke prakteknya. Sambil praktek aku jelasin teorinya..." Penjelasan Fajer dipotong Ahaya.
"Sudahlah aku tidak suka yang ribet. Kamu jelasin panjang lebar. Tetap tidak membuatku ngerti, jadi langsung saja ke intinya. Kita mau lakukan apa?"
"Aku suka sama pemikiran seperti Ahaya. Ngomongin yang pentingnya saja. Kita akan buat film horor. Ada yang keberatan." Tanya Fajer.
Ahaya dan Buna tidak menjawab entah mereka mendengarkan atau enggak. Karena perhatiannya justru ke aku bukan Fajer.
"Aku anggap kalian setuju. Malam nanti kita rapat di sekolah?" Ucap Fajer.
"Kenapa harus malam?" Tanyaku cemas.
"Kitakan lagi buat film Horor, jadi butuh suasana malam." Balas Fajer.

Malam harinya aku minta izin ke ibu untuk ke sekolah.
Awalnya ibu tidak mengizinkanku jika tidak bersama kak Enja. Tapi setelah Ahaya datang menjemputku. Ibu mengizinkan bahkan dia seperti terharu.
"Ibu senang sekarang kamu punya teman. Ibu hampir khawatir kamu bernasib sama dengan ibu yang tidak mempunyai teman. Ibu harap kamu jaga pertemanan kalian." Pesan ibu ke aku membuaku merasa kasihan dengan kehidupan ibu.
"Iya bu. Saya tidak akan pernah mengecewakan ibu." Balasku.

Di sekolah ada Buna menunggu. Dia tersenyum melihatku dan cemberut melihat Ahaya.
"Di mana Fajer? Dia yang undang tapi dia yang telat." Tanyaku ke Buna.
"Kamu menunggu kehadiranku." Ucap Fajer yang tiba-tiba datang sambil memasang kamera.
"Buat rekam adegan apa?" Tanya Buna langsung.
"Ini buat catat kegiatan kita!" Balas Fajer menggambarkan sifatnya yang tidak mau ribet.

Ahaya sempat menghilang cukup lama. Kemudian muncul, "Maaf, aku ada keperluan mendadak." Ucap Ahaya sambil tersenyum malu. Aku melihat di dalam tasnya ada sesuatu berwarna merah. Dia langsung menutup rapat tasnya.

"Aku hampir mencarimu. Karena sudah lengkap. Ayo kita duduk." Balas Fajer.

Kami berempat lalu duduk di halaman sekolah di malam hari yang sunyi.
"Kenapa kita tidak ke dalam ruangan saja sih." Keluh Ahaya.
"Nanti kita dikira kumpul kebo!" Malah Buna yang jawab.
"Mana Kebonya. Sini biar aku jual." Jawabku kesal dengan pikiran anehnya.
"Sudah, kalian cobalah damai..."
"...Di sini suasananya serem sesuai dengan proyek film horor yang sedang kita buat." Ucap Fajer mencoba menenangkan suasana yang panas padahal malam ini lagi dingin-dinginnya.
"Kita butuh pemeran hantu! Kalian punya ide siapa yang cocok jadi hantunya." Ucap Fajer mengawali rapat."
"Aku punya." Jawab Buna sambil mengeluarkan sesuatu dalam tasnya.
Aku terkejut melihat apa yang dia keluarkan.
"Ngapain kamu bawa boneka jelangkung segala?" Tanyaku kesal.
"Kita panggil hantu asli saja dengan boneka jelangkung ini. Buat minta tolong jadi hantu di film kita." Ucap Buna.
"Kamu ada-ada saja. Masukin gak tuh boneka ? seram tau. Kalau enggak , aku yang masukin kamu ke dalam tas." Marah Ahaya.
"Sudah-sudah hentikan. Buna, masukin Bonekamu. Kita cari ide yang lain." Ucap Fajer kembali menenangkan.

"Aku punya lebih baik dari punya Buna." Ucap Ahaya membuatku was-was karena dia jauh lebih aneh dari Buna.
Seperti dugaanku. Dengan hati-hati dia membuka tasnya agar tidak kelihatan orang lain, lalu mengeluarkan boneka yang lebih menyeramkan lagi dari Buna, sambil kembali menutup tasnya.
"Bonekamu rusak? Nanti biar aku yang perbaiki. Kita bahas film horor kita dulu." Komentar Fajer.
"Enggaklah. Ini boneka khusus santet. Jadi memang bentukannya kayak gini. Biasanya Kalau aku gak suka sama orang, bayangin wajah orang itu ke boneka lalu tusuk-tusuk bonekanya dengan benda tajam." Ucap Ahaya sambil melihat ke arah Buna. Sebaliknya Buna tidak takut bahkan menunjukan ekspresi biasa-biasa saja."
"Kita lagi buat film horor bukan film psikopat." Balas Fajer.
"Iya aku tahu, di dalam boneka ini ada jin yang bisa kita minta tolong buat jadi hantu di film kita." Balas Ahaya membuatku berkeringat . Aku jadi cemas dan takut padanya.
"Aku becanda Enli. Ini cuma boneka yang ku dapat di jalan tadi. Karena bagus buat nakut-nakuti Buna, jadi aku pungut." Ucap Ahaya menyadari aku takut padanya. Aku bahkan bingung membedakan dia becanda dan serius.

"Jangan becanda begitu lagi." Ucap Fajer ke Ahaya.
"Iya bos." Balas Ahaya jutek dan kembali memasukan bonekanya ke dalam tas.
"Apa kamu lihat-lihat?" Marah Ahaya ke Buna.
Buna langsung membuang muka. Fajer hanya bisa tersenyum.
"Bagaimana denganmu Enli, kamu punya ide yang lebih menakjubkan selain ide mereka berdua." Tanya Fajer melanjutkan pembicaraan.
"Kamu tahu sendirikan, Ekskul ini bukan pilihanku semenjak tahu ada film horor di dalamnya. Jadi aku gak nyediain ide apa-apa." Balasku sedikit cemas membuat Fajer kecewa tapi dia justru sebaliknya, senang.
"Kamu becanda ya, terus boneka bayi di belakangmu itu apa? Pasti itu buat jadi pemeran hantu di film kita." Ucap Fajer membuatku terkejut.
Aku langsung berpaling ke belakang. Benar ada boneka seperti bayi tapi jaraknya cukup jauh.

Kami lalu menghampirinya.
"Lebih mirip bayi beneran." Ucap Ahaya.
"Darahnyapun sama seperti darah manusia." Sambung Buna.
Aku melihat ke arah Fajer yang lagi membawa kamera. Dia menunjukan ekspresi cemas. Melihat dia cemas, juga membuatku ikutan cemas.
Tiba-tiba ada suara aneh dari balik semak-semak. Bersambut angin bertiup kencang. Dan anjingpun menggonggong bersautan dengan serigala.
"Srekkk, srekk, husss, guk guk guk. Auuuuuu..."

(Bersambung)

Download Wallpaper