Kekuranganku Yang Dia Sukai (Part 2)

Kekuranganku Yang Dia Sukai (Part 2)

Tubuhku gemetar melihat sosok aneh muncul dan diam terpaku di halaman rumah.
"Sanja, bisa kamu usir hantu itu." Ucapku menutup mata setelah melihatnya sekilas sambil menunjuk ke arah halaman.
"Hantu yang mana?" Ucap Sanja bikin aku semakin takut.
"Jangan bilang kamu tidak bisa melihat hantu lagi." Ucapku cemas.
"Aku bisa membedakan yang mana hantu dan yang mana bukan." Ucapan Sanja membuatku sadar.
Aku kembali membuka mataku.
Sosok itu mendekat. Rambut panjangnya menutup wajah. Aku menyibak rambutnya.
"Aya?" Ucapku kembali terkejut.

Aku melihat ke arah Sanja dengan heran.
"Bukannya kamu sudah mengirim Hana ke akhirat. Kenapa Aya kembali dirasuki." Ucapku ke Sanja.
Sanja juga ikutan heran.

"Kalian bicara apa sih." Ucap Aya bingung.
"Kamu Aya?" Ucapku mempastikan.
"Iya, emang siapa menurutmu?" Balas Aya kesal.
"Bukannya kamu gak suka pakaian putih?" Tanyaku penasaran.
"Aku nemu pakaian ini di lemari. Padahal aku tidak pernah merasa membelinya dan kepikiran untuk menakutimu, jadi bela-belain memakainya." Jelas Aya.
Sahabatku satu ini benar-benar selalu bikin aku kesal.

"Aku ke dapur dulu. Ambil minuman lagi buat kamu." Ucapku.
Saat aku kembali dari dapur menuju teras sambil membawa minuman. Aku lihat dari jendela dalam rumah, Aya sedang bicara serius dengan Sanja. Aku menumpahkan air dalam gelas ke pot bunga terdekat. Mengeringkannya dengan baju lalu menggunakannya untuk mendengarkan mereka bicara dibalik tembok dekat jendela secara diam-diam.

"...sangat berharap denganmu. Lina memang cerdas tapi dia tidak pintar dalam pelajaran di sekolah dan selalu mendapat nilai jelek, dia juga sering dibully bahkan dicap tidak bakalan lulus..." Ucapan Aya bikin aku marah.
Segera aku menuju teras.
Aku berdiri dengan penuh emosi.
"Kok minuman di gelasku kosong?" Tanya Aya.
"Ambil sendiri di dapur." Ucapku.
"Kamu kenapa?" Tanya Aya.
"Kamu belaga gak tahu. Aku tidak butuh dikasihani." Balasku sambil meneteskan air mata.
"Ok, kalau gitu aku pergi." Ucap Aya ikutan kesal lalu menjauh.

Sanja mendekatiku.
"Tenanglah, aku di sini akan selalu bersamamu!"
"Kamu bicara apa Sanja? Aku tidak perlu dihibur. Kamu bisa pulang sekarang." Balasku.
"Aku akan melamarmu. Saat ini ayahmu di tempat kerjakan. Bisakah kamu pertemukan kami besok." Ucap Sanja bikin aku kaget.
"Apa tidak terlalu cepat? Aku bahkan belum tentu lulus sekolah." Balasku.
"Aku sudah bilang, akan selalu bersamamu. Tidak peduli bagaimana keadaanmu." Ucap Sanja bikin aku tidak bisa berkata-kata.

Setelah Sanja pulang. Aku berusaha tidur tapi tidak bisa karena terlalu senangnya. Bahkan aku melupakan semua kekesalanku. Aku menghubungi Aya dan minta maaf. Dia memaafkanku begitu saja. Meski sesuatu yang mengganjal di hati sudah hilang. Aku tetap semakin susah tidur karena tidak sabar lagi mengabari ayah dan ibu besok.

Malam semakin larut. Aku mendengar suara aneh di luar rumah. Diikuti ketukan pintu. Aku segera menuju ke ruang tamu dan membukakan pintu. Mengira itu ayah. Tapi tidak ada siapa-siapa. Aku kembali menutup pintu. Menjauh dari pintu. Kemudian terdengar suara ketukan lagi. Kembali kubuka dan tidak ada siapa-siapa. Aku mulai gemetar. Aku menelpon Sanja. Tapi saat kutelpon...

(Bersambung)

Download Wallpaper