Menghilang Hingga Hancur (Part 39)

Menghilang Hingga Hancur (Part 39)

Tubuhku hanya sesaat tidak bisa digerakan. Saat aku mulai bisa mengendalikannya lagi. Sanja sudah menghilang.
"Ayo aku antar pulang!" Ajak Yena.

Sesampainya di depan rumah. Aku menghapus air mataku dan berusaha tegar untuk menyembunyikan kesedihanku di depan orang tuaku.

Malam itu aku lebih cepat masuk ke kamar daripada biasanya. Aku sulit tidur karena terus teringat kenanganku bersama Sanja hingga membuatku sedih kembali. Tapi suara kicauan burung di luar membuatku tenang dan tanpa kusadari aku tertidur.

Keesokan paginya meski aku tidak semangat sekolah, aku tetap masuk agar orang tuaku tidak curiga.

Di sekolahpun tidak berbeda. Aku memilih menyendiri. Tidak ada yang mau menemaniku. Aya sibuk chatingan sama kenalan barunya dan Sintia sibuk membicarakan sesuatu dengan anak buahnya di luar pagar sekolah, maklumlah anak orang kaya tidak seperti aku. Sintia paling tidak suka ada orang lain yang ikut campur urusannya, jadi aku tidak pernah bertanya macam-macam dengannya.

Ingatanku bersama dengan Sanja muncul dan membuatku tersenyum sendiri. Membuatku merasa ditemani kenangan Sanja.
"Hay Lina. Kok senyum-senyum gitu, bayangin yang jorok ya!" Ucap Sintia tiba-tiba.
"Aku diputusin Sanja." Jawabku datar.
Kemudian menangis tiba-tiba dipelukan Sintia.

Aku pulang sendiri naik angkot, tidak mau merepotkan orang lain. Sanja pasti kesal karena aku merepotkan orang terus termasuk dia.

Di rumah aku mengurung diri di kamar. Aku hampir seperti orang gila, menangis sambil senyum. Tidak ada kabar lagi dari Sanja. Nomor telponnya pun tidak aktif. Bahkan burung peliharaannya tidak lagi bertengger di depan jendelaku.

"Lina, ada Aya di depan. Jangan terus-terusan di kamar. Gak baik. Entar jodohmu dipatuk ayam." Teriak ibu aneh, kaya pernah dengar tapi di mana. Ah sudahlah.
Aku benar-benar tidak minat bertemu Aya. Tapi Ibu kembali mengetuk pintu kamarku. Ibu bisa-bisa tahu ada yang salah denganku. Demi tidak membuat ibu ikut sedih melihat aku yang hancur, aku paksakan memasang wajah bahagia palsu dan temui Aya.

Aya mengajakku bertemu lagi dengan pemuda kenalannya. Aku sebenarnya malas. Tapi ibu bisa sadar aku tidak beres, jadi aku ikut dengan Aya.

Di taman Kota, cuma ada pemuda itu yang langsung menghampiri Aya. Di depanku si pemuda mengatakan cintanya di depan Aya. Suasana yang membuatku tidak enak.
"Aya aku tunggu di tempat duduk di sana ya, takut ganggu kalian." Ucapku sambil menunjuk tempat duduk yang agak jauhan.

Sejauh mata memandang terdapat pasangan yang lagi menikmati suasana taman. Jika diperhatikan cuma aku yang sendiri. Aku merasa gugup dan juga malu. Aku pura-pura memainkan HPku. Dan tercengang SMS masuk dari Sanja.
"Kamu di mana?"
Aku balas, "Di neraka karena kamu."
"Kamu bohong. Kamu ada di depanku." Balas Sanja bikin aku heran. Saat aku menatap ke depan, berhenti menunduk, dan terpaku dengan ponsel. Benar Sanja di depanku.

Aku berusaha menahan air mata, "Kenapa kamu di sini?"
"Aku bukan hanya tahu kamu suka dengan HP, aku juga tahu kamu menyukainya karena bisa mengobati kebosananmu." Ucap Sanja.
"Bukannya kamu tidak bisa baca pikiranku." Tanyaku heran.
"Aku tanya sama ibumu, tentangmu?" Balas Sanja.
"Buat apa kamu tanya hal-hal seperti itu!" Tanyaku lagi.
"Aku bukan sekedar ingin tahu, tapi benar-benar ingin tahu mengenaimu." Balas Sanja.
"Maaf kesalahanku waktu itu, aku tidak akan mengulanginya dan sudah menghapus video rekaman itu. Jika ada yang tidak kamu suka dariku lagi. Bilang saja. Aku akan bersedia merubahnya." Ucapku berhenti bersikap judes.
"Terima kasih. Karena semakin banyak orang tahu. Kemampuanku juga semakin menghilang. Itu akan menjadi berita palsu dan aku takut kamu dibully lagi dengan menyebarkannya. Aku senang kamu yang apa adanya. Tidak perlu mengubah apapun." Balas Sanja.

"Lina!" Teriak Aya membuatku menoleh ke belakang.
Setelah di hadapanku dia bicara lagi, "Sedang apa?"
"Ngobrol dengan Sanja!" Balasku sambil kembali menghadap ke depan. Tapi Sanja sudah tidak ada.
"Serius, tadi Sanja ada di sini." Ucapku takut Aya tidak percaya, bisa bikin aku malu.
"Iya, aku lihat kok. Kamu sedang berduaan dengan Sanja." Balas Aya.
"Kalian berdua lagi bicarain aku ya!" Lanjut Aya.

Aku terdiam kemudian bicara, "Tidak. Kamu sudah selesai pacarannya?"
Aya cuma senyum-senyum gak jelas.
Aku mencoba menghubungi Sanja tapi nomornya tidak aktif kembali.
"Kamu mau lihat rumah Sanja?" Ajakku ingin bertemu Sanja lagi.
"Benarkah? Aku penasaran rumah Sanja seperti apa, Apakah lebih bagus dari rumah pacarku." Balas Aya bikin aku kesal.
"Kapan pacarmu itu ngajakmu ke rumahnya!" Balasku.
"Dia perlihatkan foto rumahnya lewat HP." Balas Aya.

Kami lalu ke rumah Sanja. Sampai di sana. Aku bingung harus berkata apa. Rumah Sanja mau dihancurkan oleh sebuah Excavator.
"Hentikan, apa yang kalian lakukan, ini rumah Sanja!" Teriakku berusaha mencegah tapi justru aku dicegat oleh pria di sana.
"Rumah ini sudah di miliki bos kami, Hita." Ucap pria itu bikin aku terpaku.
"Di mana Sanja?"
"Mana kami tahu, mungkin bunuh diri setelah bangkrut." Ucap pria itu bikin aku sangat kesal.

(Bersambung)

Download Wallpaper