Menyukai Tapi Tidak Mencintai (Part 14)

Menyukai Tapi Tidak Mencintai (Part 14)

"Aku tidak mau di madu, Sanja!" Ucapku langsung terus terang di hadapan suamiku dan gadis yang dia suka.
Sanja berlutut seolah dia memohon padaku, "Jangan menangis lagi, Lina! Jika orang tuamu tanya dan aku jawab sering membuatmu menangis, mereka akan marah padaku."
Aku berusaha menahan air mataku, "Maafkan aku Sanja, hatiku terlalu rapuh."
Sanja terlihat kaget saat tahu gadis pujaan hatinya tidak ada.
"Dia sudah pergi." Ucapku.
Sanja melihatku, membuatku takut, "Aku menerima tawaran berkerja di tempatnya!" Ucap Sanja memuaskanku.

Siang yang terik itu. Sanja memenuhi kewajibannya kepada Sang Pencipta. Aku menunggu untuk bertanya kepada Sanja. Setelah dia selesai shalat. Kami duduk di ruang keluarga di atas karpet yang lembut.
"Kamu mau rangkap jabatan?"
"Istilahmu terlalu keren. Aku bekerja sebagai buruh pabrik." Balasnya bikin aku kaget.
"Jika karyawanmu tahu bosnya kerja gitu, mereka bisa malu."
"Aku harus melakukannya, agar ketika warga tanya, kamu bisa jawab." Ucapnya membingungkanku dan dia menyadarinya.
"Warga akan curiga aku berhubungan dengan perusahaan yang membangun desa, jika tahu aku bekerja sebagai pengusaha." Jelasnya lagi bikin aku tidak suka. Tanpa pamrih yang dia lakukan sudah kelewatan.

Sanja pergi memenuhi panggilan bosnya. Aku mengantarkannya pergi hingga depan pintu.
"Berhati-hatilah saat bekerja, kembalilah untukku."
"Namanya Alya, aku menyukainya tapi tidak mencintainya. Kamu tenang saja." Ucap Sanja bikin aku tidak tenang.

Kepergiannya membuatku sendiri. Aku menghubunginya karena cemas. Tersambung tapi tidak diangkat. Menjelang sore ada tamu yang datang. Awalnya ku kira Sanja dan ternyata Alya.
"Sebagai bos suamimu. Boleh aku masuk." Sapa gadis berpakaian biasa, dengan baju kaos lengan pendek ketat yang membentuk lekuk tubuhnya, dan celana pendek ketat. Lebih cocok disebut gadis ABG dibandingkan Bos.
"Silahkan, anggap rumah sendiri." Sambutku hangat.
"Aku memang ingin menjadikan ini rumahku juga." Ucapnya malah bikin aku panas.

Kami duduk di sofa. Kaku seolah sedang bertanding catur di SEA GAME.
"Kamu yakin dia mau denganmu karena cinta?" Tanyanya bikin aku terdiam.
"Dia mungkin saja hanya mengambil keuntungan darimu." Ucapnya lagi bikin aku penasaran.
"Apa yang dia ambil dariku?"
"Kehormatanmu. Apalagi yang diperlukan pria." Jawabnya hampir membuatku tertawa. Karna hingga saat ini aku masih perawan.
"Jika suamimu tidak kamu puaskan jangan salahkan dia berpindah ke lain hati." Ucapnya lagi bikin aku merasa ditampar, lalu pergi begitu saja.
"Cuma itu tujuanmu datang ke sini?" Tanyaku sebelum dia pergi.
"Suamimu sedang menjalankan proyek pemerintah, dia lembur dan HP nya aku sita biar tidak ada gangguan saat kerja." Jawabnya.

Udah malam Sanja belum pulang. Aku khawatir. Aku sudah mulai ngantuk. Saat aku ingin mengunci pintu, kuncinya gak ada. Meski cemas aku berusaha berani.
"Tak apalah, sebentar lagi Sanja akan pulang." Ucapku meyakinkan diri. Aku rebahan di sofa menunggunya pulang.
Tiba-tiba listrik padam. Aku takut dan menggenggam kedua tanganku dengan erat.
Pintu sepertinya terbuka. Tapi tidak tahu siapa yang datang. Apa itu Sanja?
Tubuhku seperti ada yang menindih.
"Sanja, apa itu kamu?" Ucapku sambil membiarkan dia meraba tubuhku.
Tiba-tiba listrik nyala. Alangkah kagetnya aku ada pria yang tidak ku kenal di atasku. Seketika aku berteriak, "Tolong!!!" Tidak peduli ada yang mendengar atau tidak. Karena cuma ini yang bisaku lakukan. Dia membukam mulutku dengan tangannya. Aku menggigitnya sekuat tenaga. Tangannya telepas dari mulutku. Aku berteriak kembali. Berusaha melepaskan kakiku dan mencoba menendang selangkangannya. Ada suara ricuh di luar. Belum sempat aku melakukannya.
Pria itu langsung bergegas keluar menuju pintu.

"Brakkk!" Pria itu tersungkur di lantai. Di depan pintu ada pria lain yang memukulnya keras. Tidak beberapa lama ada warga yang berdatangan.
Melihatku gemetar dan ketakutan, warga menarik pria itu keluar rumah.
"Bakar aja. Nanti istri kita yang jadi korban selanjutnya." Teriak warga di luar.
Aku takut arwah pria itu nanti menghantuiku. Aku langsung keluar untuk mencegahnya. Tapi ada pria lain yang sudah mencoba mencegah,
"Aku tahu hukum kita tidak memberikan efek jera. Tapi, tidak ada salahnya jika kita percaya..."
"Gebukin aja, tapi jangan sampai mati. Biar jera." Teriak warga seakan benar-bener geregetan.

Sanja terlihat menerobos kerumunan massa.
"Ada apa ini?" Tanya Sanja.
"Dia mau memperkosa istrimu. Ayo seret pakai mobilmu." Ucap warga.

Seekor merpati terbang dan mendarat di pundak Sanja. Kemudian terbang ke langit. Sanja lalu mendekati pria yang babak belur itu dan bertanya, "Apa tujuanmu? Apa ada yang menyuruhmu?"
Pria itu tidak menjawab dan malah berlutut di hadapan Sanja, "Ampuni aku."

Sanja menarik napas yang panjang seakan dia emosi.
"Bawa dia ke kantor polisi." Ucap Sanja dan langsung dikerjakan warga meskipun mereka merasa keberatan.

Aku memeluk Sanja.
"Dia belum sempat melakukannya." Jelasku sambil menahan air mata tapi udah terlanjur keluar.
"Apapun keadaannya, aku akan tetap menerimamu." Ucapan Sanja membuatku ragu.
"Paling tidak, kamu ikut mukul dia. Walaupun sekali." Balasku.
"Itu tidak perlu, karena bukan salah dia sepenuhnya." Jawabnya.
"Sebenarnya, di hatimu ada aku gak sih." Ucapku kesal.
Sanja mengajakku masuk ke rumah.

Di dalam rumah Sanja bertanya, "Kunci rumah mana?" Tanya Sanja.
Aku yang kesal berubah cemas, "Hilang Sanja!" Ucapku polos.
Sanja mengeluarkan kunci cadangan di sakunya dan berusaha menutup pintu. Tapi tangan Sanja tiba-tiba ditahan seseorang.

(Bersambung)

Download Wallpaper