Bersekutu Dengan Malaikat (Part 38)
Aku dan Sanja kembali duduk.
"Ini seperti rumah makan keluarga." Ucap Sanja, tidak menjawab pertanyaanku.
"Mungkin." Jawabku singkat sambil melihat ke sekeliling terlihat setiap meja terdapat orang tua dan anak. Bukan pasangan kekasih seperti kami.
"Kamu tidak ingin berkeluarga dan punya anak." Ucap Sanja buat aku kaget.
Sekilas aku membayangkan bayi yang lucu.
"Kamu tersenyum berarti kamu menginginkannya." Ucap Sanja.
"Benarkah, apa tadi aku tersenyum?" Tanyaku tidak menyadarinya.
Aku sadar Sanja sedang membaca perasaanku yang kesal dan sedang berusaha mengubahnya senang.
"Berhenti membicarakan topik lain."
"Aku yakin mimpimu akan terwujud." Balas Sanja.
"Kamu yang akan mewujudkannya." Ucapku terbawa suasana bicara dengan Sanja.
Ekspresi Sanja berubah suram.
"Jadi kamu lebih memilih polwan itu daripada aku?" Tanyaku emosi.
"Kamu tahu aku bisa membaca perasaan seseorang. Aku mendekati polwan itu cuma ingin tahu apa yang membuat dia sedih. Wajahnya boleh ceria tapi perasaannya tidak bisa disembunyikan dariku. Aku bermaksud ingin membantu dia menyelesaikan masalah." Jelas Sanja.
"Kamu bukan malaikat, berhenti ikut campur urusan orang lain. Biar keluarganya yang selesaikan." Ucapku.
"Kadang ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dan cuma aku yang bisa. Karena aku setengah manusia dan setengah malaikat." Jelas Sanja lagi.
"Apa itu perumpamaan?" Tanyaku meyakinkan.
"Kamu selalu menduga semenjak kita pertama kali bertemu. Hampir semua dugaanmu tentangku tepat." Jawab Sanja.
"Kamu belum jawab pertanyaan pertamaku. Kamu punya kemampuan apa saja?" Tanyaku lagi semakin penasaran.
"Aku bisa mengeluarkan sebagian rohku melalui mata kanan ini. Jadi aku bukan hanya bisa melihat makhluk halus tapi juga bisa menyentuhnya dengan rohku." Ucap Sanja sambil memegang mata kanannya.
"Kamu mendapatkan kemampuan itu, pasti mengorbankan sesuatu?" Tanyaku.
"Ini bukan didapatkan. Ia hadir saat aku butuh. Agar dapat selalu menggunakannya, aku harus menghilangkan kemampuan berbohong, ingkar janji dan mengkhianati." Jawab Sanja membingungkanku.
"Itu bukan kemampuan tapi sifat buruk. Kamu bohong setia denganku dan ingkar janji serius denganku bahkan mengkhianatiku dengan selingkuh dariku?" Ucapku meluapkan semua emosi.
"Saat itu aku sudah bilang, bahwa aku sudah punya pacar, kepada Polwan itu. Apa kamu tidak menonton keseluruhan rekamannya." Ucap Sanja.
"Iya sepertinya tidak. Maaf aku melanggar privasimu. Karena cuma cara ini yang bisa membuatmu menjawab pertanyaanku dan tidak hanya diam." Balasku tulus.
"Sekarang kamu tahu, aku bukan hanya polisi di dunia ini tapi juga polisi di dunia lain. Kemampuan ini punya resiko. Aku bahkan tidak bisa merasakan nikmatnya makanan ini dan sepertinya aku kehilangan hawa nafsu." Penjelasan Sanja bikin aku tercengang.
"Maksudmu. Jika aku tidak mengenakan apa-apa di depanmu. Kamu tidak merasakan sesuatu." Jawabku memastikan dengan sedikit cemas.
"Iya. Aku bahkan tidak menyukai sesuatu apapun di dunia ini. Jadi carilah laki-laki lain yang bisa mewujudkan mimpimu punya anak." Jawab Sanja membuat perasaanku hancur.
"Ka ka kamu mau mengakhiri hubungan kita?!"
"Ada apa Sanja, kamu butuh bantuanku." Tiba-tiba Yena datang.
Sanja memberikan kunci mobilnya kepada Yena.
"Tolong antarkan Lina pulang. Aku ada urusan penting." Perintah Sanja.
"Kamu tidak bisa pergi begitu saja Sanja!" Ucapku sambil meneteskan air mata.
"Maafkan aku. Jawaban pertanyaan terakhirmu. Iya aku harus mengakhiri hubungan kita agar kamu bisa bahagia." Balas Sanja.
Aku mencoba berdiri dan mengejar Sanja. Bahuku terasa berat seakan ada yang menahan tubuh ini.
(Bersambung, Final Episode)
"Ini seperti rumah makan keluarga." Ucap Sanja, tidak menjawab pertanyaanku.
"Mungkin." Jawabku singkat sambil melihat ke sekeliling terlihat setiap meja terdapat orang tua dan anak. Bukan pasangan kekasih seperti kami.
"Kamu tidak ingin berkeluarga dan punya anak." Ucap Sanja buat aku kaget.
Sekilas aku membayangkan bayi yang lucu.
"Kamu tersenyum berarti kamu menginginkannya." Ucap Sanja.
"Benarkah, apa tadi aku tersenyum?" Tanyaku tidak menyadarinya.
Aku sadar Sanja sedang membaca perasaanku yang kesal dan sedang berusaha mengubahnya senang.
"Berhenti membicarakan topik lain."
"Aku yakin mimpimu akan terwujud." Balas Sanja.
"Kamu yang akan mewujudkannya." Ucapku terbawa suasana bicara dengan Sanja.
Ekspresi Sanja berubah suram.
"Jadi kamu lebih memilih polwan itu daripada aku?" Tanyaku emosi.
"Kamu tahu aku bisa membaca perasaan seseorang. Aku mendekati polwan itu cuma ingin tahu apa yang membuat dia sedih. Wajahnya boleh ceria tapi perasaannya tidak bisa disembunyikan dariku. Aku bermaksud ingin membantu dia menyelesaikan masalah." Jelas Sanja.
"Kamu bukan malaikat, berhenti ikut campur urusan orang lain. Biar keluarganya yang selesaikan." Ucapku.
"Kadang ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dan cuma aku yang bisa. Karena aku setengah manusia dan setengah malaikat." Jelas Sanja lagi.
"Apa itu perumpamaan?" Tanyaku meyakinkan.
"Kamu selalu menduga semenjak kita pertama kali bertemu. Hampir semua dugaanmu tentangku tepat." Jawab Sanja.
"Kamu belum jawab pertanyaan pertamaku. Kamu punya kemampuan apa saja?" Tanyaku lagi semakin penasaran.
"Aku bisa mengeluarkan sebagian rohku melalui mata kanan ini. Jadi aku bukan hanya bisa melihat makhluk halus tapi juga bisa menyentuhnya dengan rohku." Ucap Sanja sambil memegang mata kanannya.
"Kamu mendapatkan kemampuan itu, pasti mengorbankan sesuatu?" Tanyaku.
"Ini bukan didapatkan. Ia hadir saat aku butuh. Agar dapat selalu menggunakannya, aku harus menghilangkan kemampuan berbohong, ingkar janji dan mengkhianati." Jawab Sanja membingungkanku.
"Itu bukan kemampuan tapi sifat buruk. Kamu bohong setia denganku dan ingkar janji serius denganku bahkan mengkhianatiku dengan selingkuh dariku?" Ucapku meluapkan semua emosi.
"Saat itu aku sudah bilang, bahwa aku sudah punya pacar, kepada Polwan itu. Apa kamu tidak menonton keseluruhan rekamannya." Ucap Sanja.
"Iya sepertinya tidak. Maaf aku melanggar privasimu. Karena cuma cara ini yang bisa membuatmu menjawab pertanyaanku dan tidak hanya diam." Balasku tulus.
"Sekarang kamu tahu, aku bukan hanya polisi di dunia ini tapi juga polisi di dunia lain. Kemampuan ini punya resiko. Aku bahkan tidak bisa merasakan nikmatnya makanan ini dan sepertinya aku kehilangan hawa nafsu." Penjelasan Sanja bikin aku tercengang.
"Maksudmu. Jika aku tidak mengenakan apa-apa di depanmu. Kamu tidak merasakan sesuatu." Jawabku memastikan dengan sedikit cemas.
"Iya. Aku bahkan tidak menyukai sesuatu apapun di dunia ini. Jadi carilah laki-laki lain yang bisa mewujudkan mimpimu punya anak." Jawab Sanja membuat perasaanku hancur.
"Ka ka kamu mau mengakhiri hubungan kita?!"
"Ada apa Sanja, kamu butuh bantuanku." Tiba-tiba Yena datang.
Sanja memberikan kunci mobilnya kepada Yena.
"Tolong antarkan Lina pulang. Aku ada urusan penting." Perintah Sanja.
"Kamu tidak bisa pergi begitu saja Sanja!" Ucapku sambil meneteskan air mata.
"Maafkan aku. Jawaban pertanyaan terakhirmu. Iya aku harus mengakhiri hubungan kita agar kamu bisa bahagia." Balas Sanja.
Aku mencoba berdiri dan mengejar Sanja. Bahuku terasa berat seakan ada yang menahan tubuh ini.
(Bersambung, Final Episode)
Posting Komentar
Posting Komentar