Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Kejadian Di Ruang Kosong (Part 7)

Author
Published Senin, Juli 02, 2018
Kejadian Di Ruang Kosong (Part 7)
"Sebenarnya aku ada di mana? Kemana semua orang?" Badanku gemetar. Aku takut terjebak di dunia lain.
"Enli, kamu dipanggil!" Aku mendengar suara, tapi di depanku tidak ada siapa-siapa. Apa sudah waktunya aku dipanggil menghadap Sang Kuasa? Aku menggigil.
"Aku di belakangmu. Guru BP manggil kamu ke lapangan. Semuanya ada di sana." Mendengar itu aku segera berpaling ke arah sumber suara.
"Ohhh..." Ucapku malu ketika melihat Buna.

Kami lalu pergi ke lapangan. Baru saja aku sampai, guru BP langsung memerintahku.
"Ada yang melaporkan, teman-temanmu terlihat pulang sebelum waktunya kecuali kamu dan Buna. Jadi mereka dihukum dijemur sambil berdiri. Kamu bersama Buna awasi mereka di tempat teduh ini."

Aku jadi kasihan melihat mereka dihukum tapi aku tidak. Sebagai Ketua Kelasnya. Harusnya aku juga ikut dihukum.
"Saya bu, yang mengizinkan mereka." Ucapku bertanggung jawab.
"Kata Buna, mereka yang memaksa kamu mengizinkannya." Ucap guru BP.
"Buna bohong bu. Dia bilang gitu karena suka sama saya bu. Biar saya gak dihukum." Balasku berbohong demi kebaikan.
"Iya bu, ketua yang menyuruh." Ucap serentak teman-teman.
"Kalau begitu, kamu yang pantas dihukum dan teman-temanmu tidak." Ucapan guru BP buat aku tercengang.
"Biar aku yang menghukumnya." Ucap Wali Kelas yang tiba-tiba datang membuatku semakin terpuruk.
"Aku dihukum juga bu?" Tanya Buna, dia kayaknya pengen dihukum juga bersamaku.
"Bukan salahmu menyukainya. Lain kali jangan berbohong lagi. Apalagi untuk seseorang yang kamu suka. Silahkan ikut sama teman-teman ke kelas!" Guru BP malah cuma kasih peringatan ke Buna.

Akhirnya cuma aku dan Wali Kelas di lapangan sunyi ini.
Aku cuma bisa menunduk, cemas dan tidak berani menatap bahkan melihat wajahnya.
"Kamu ikut bapak. Ada hukuman khusus untukmu." Perintah dia, buatku takut bakalan diapa-apain.

Aku mengikuti Wali Kelas dengan deg-degan.
"Kok kita ke ruang kosong sih pak!" Tanyaku semakin cemas.
"Masuklah." Dia malah perintahku lagi. Bukannya menjawab pertanyaanku.

Aku memilih untuk diam. Tiba-tiba dia menarik tanganku dan memaksaku untuk masuk ke dalam ruangan kosong itu.
"Pak, jangan sakiti aku." Ucapku memohon sambil memegang HP untuk bersiap menelpon siapa saja agar yang mengangkat telponku tahu aku dalam bahaya.
Dia tiba-tiba terdiam. Seperti melihat sesuatu. Aku berusaha menyembunyikan HP ku.
"Saya diperintahkan guru BP untuk mengawasi Enli menjalani hukumannya. Anda dipanggi untuk rapat pak." Ucap Buna yang tiba-tiba muncul.
"Bersihin ruang ini." Ucap Wali Kelas padaku, terlihat dia kesal kemudian pergi.

"Terima kasih." Ucapku ke Buna.
"Kamu harus membalas kebaikanku nanti." Jawab Buna. Sudah ku duga. Dia membantuku karena ada maunya.
"Kamu juga menginginkan apa yang diinginkan Wali Kelas padaku." Tanyaku cemas.
"Aku jauh menghargai perempuan dibandingkan dia." Jawab Buna kemudian pergi begitu saja.

Aku membersihkan ruangan kosong itu. Karena terlalu lama kosong dan bahkan gelap. Ruangan itu benar-benar sulit dibersihkan. Tiba-tiba cahaya mentari merangsek masuk. Berkatnya meskipun suasana ruangan agak gelap, masih bisa membuatku melihat isinya. Kejadian ini seperti saat fajar menghilangkan malam. Mungkin tadi mentari tertutup awan. Jadi, ruangan ini benar-benar tidak bisa dilihat isinya.

Setelah bersusah payah akhirnya ruangan ini selesai aku bersihkan. Tubuh dan seragamku basah dengan keringat. Aku harus bejemur dulu sebelum masuk kelas. Aku duduk di tengah lapangan. Karena terlalu lama bekerja, membuatku haus.
"Ini minumlah!" Tiba-tiba ada yang memberikanku minuman. Bukan hanya satu tapi dua, di kanan dan kiriku.
Aku kaget melihat kak Enja ada di sekolahku dan satunya lagi sudah bisa diduga, siapa lagi jika bukan Buna.
Mereka berdua benar-benar tidak ada yang mengalah dan memaksaku untuk memilih. Aku mengambil minuman dari kak Enja dan segera meminumnya.
"Kamu tidak takut mengambil minuman dari orang asing. Bagaimana jika minuman itu dikasih obat PPC, Perangsang atau Obat Bius. Kamu sebagai perempuan harusnya hati-hati." Ucapan Buna benar-benar membuatku tercengang sekaligus kesal dengan pikiran buruk berlebihannya.
"Sok tahu kamu. Namaku bukan orang asing. Aku Enja." Jawab Kakak sambil senyum sok ganteng.
"Iya, aku tahu. Kamu yang pernah aku kalahkan itu kan. Ngapain ke sini?" Balas Buna seakan ingin membuat kak Enja malu di depanku.
"Aku cuma ngantarkan hadiah dari hasil pertandingan sekolah kita kemaren. Kebetulan aku lewat dan melihat gadis cantik duduk sendiri. Jadi aku terpikat untuk datang ke sini." Balas kak Enja bikin aku tambah kesal. Meskipun dia sedang menyembunyikan hubungan persaudaraan kami, tapi tetap tidak seharusnya dia gombalin adiknya sendiri.
Aku memilih pergi meninggalkan mereka berdua.
"Jangan sampai kalian berantem seperti di Gladiator. Aku gak mau ikut diseret ke penjara karena kalian." Ucapku sebelum pergi.

...

Aku mengikuti pembelajaran di kelas kembali. Aku menoleh ke belakang untuk tahu siapa yang duduk di bangku belakang tempat sosok misterius kemaren itu muncul. Tapi aku tidak menemukan sosok itu bahkan di sana tidak ada kursi dan meja yang kulihat saat senja kemaren.

Pembelajaran yang diikuti di sekolah selain semakin sulit juga membosankan, belajar dan belajar. Tiba-tiba Kepala Sekolah masuk ke kelas.
"Bapak di sini mengabarkan kabar gembira. Akan ada kegiatan Ekstrakurikuler atau biasa dikenal dengan Ekskul yang menarik dan akan mewarnai kegiatan sekolah kalian. Silahkan pilih saat waktu istirahat tiba." Ucap Kepala Sekolah seakan menjawab semua keluhan kami.
Semua murid bersorak riang bahkan ada yang sampai selebrasi segala. Yang itu pasti Ekskul yang dipilihnya Sepak Bola.

Setelah waktu istirahat tiba. Para murid sibuk memilih kegiatan Ekskul. Aku menjatuhkan pilihan ke seni film, ekskul baru yang sepi peminat padahal menarik. Tanpa melihat isi kegiatannya di mading sekolah, cukup melihat namanya, aku langsung menuju tempat Ekskul itu berada. Menyelusuri deretan ruangan Ekskul yang disediakan sekolah sambil membaca papan nama di atas pintunya. Sampai diujung Aku tercengang. Karena ruangan kosong yang tadi ku bersihkan ternyata tempatnya.

"Aku menunggu kehadiranmu!" Sapa seorang pemuda yang sedang duduk. Terlihat ruangan itu sudah diubah menyerupai desain kantor pemimpin perusahaan dan dia terlihat seperti bos di sana.
"Jadi, anda itu siapa?" Tanyaku.
"Aku pembina Ekskul ini dan juga kakak kelasmu. Namaku Fajer dan kamu..."
"Aku Enli kak. Kalau boleh tahu kegiatan di sini apa saja. Buat film romantis, remaja, atau komedi!" Tanyaku semangat.
"Panggil saja aku Fajer. Gak perlu ada kata kakak. Oh iya film yang kamu sebutin itu gak ada tantangannya. Kita akan buat yang lebih seru, film horor. " Balas Fajer seketika cuaca mendung dan suara petir menggelegar, membuat aku langsung ketakutan.
"Aduh.... kok jadi gini sih. Aku gak jadi gabung deh. Lagi anti sama yang gituan." Balasku lalu bersiap pergi.

Di depan ruangan itu aku berpikir untuk tanya ibu saja. Harus pilih Ekskul yang mana. Lalu mengambil HP di kantong rok.
"Kok HP ku gak ada sih." Aku langsung cemas.
Saat aku lagi sibuk cari HP, Fajer berdiri di hadapanku.
"Sekolah saja ada ulangan. Mungkin kamu coba pikir ulang lagi." Bujuk Fajer.
Aku tidak menghiraukannya.

Karena tidak menemukan HPku di semua kantong. Aku tertunduk sedih.
"Maaf, aku tidak memaksamu. Jadi jangan sedih gitu." Ucap Fajer terlihat cemas.
"Aku sedih bukan karna itu. Tapi HP ku hilang. HP ku adalah teman terbaikku yang selalu bisa diharapkan jika aku kenapa-kenapa. Apalagi untuk cewek sepertiku. Yang menjadi incaran niat jahat para cowok. HP itu sangat kubutuhkan." Penyakit curhatku muncul saat aku panik.
"Sebenarnya aku tidak suka menggunakan kemampuan ini. Tapi apa boleh buat." Ucap Fajer membuatku bingung.
Terlihat Fajer terdiam. Tiba-tiba aku melihat ada aura berwana Jingga yang menyelimuti tubuhnya. Aku mengusap mataku dan kemudian cahaya Jingga itu menghilang.
"Mau aku bantu cari'in HPmu." Ucap Fajer.
"Kalau tidak merepotkanmu." Jawabku.

Tanpa bertanya padaku, Fajer lalu pergi ke suatu tempat. Aku mengikutinya. Jika diperhatikan dia seperti menyelusuri jalanku saat mau ke ruang Ekskulnya. Dugaanku semakin kuat saat dia berhenti di depan toilet perempuan. Dia lalu terdiam kembali.
"Kamu ngapain sih?" Tanyaku heran.
"Saat kamu masuk ke sini, bentuk HP mu masih terlihat di kantong rokmu. Tapi setelah kamu keluar. Terlihat kantong rokmu tidak ada isinya." Jelas Fajer. Tanpa pikir panjang aku langsung masuk ke Toilet. Benar yang aku duga dan dia katakan. HP ku tertinggal di dekat wastapel, saat aku tadi bercermin biar tampil menarik sebelum masuk ke ruang Ekskul.

Setelah mengambil HPku dan menyimpannya baik-baik. Aku segera menghampiri Fajer.
Fajer sudah dapat mengira apa yang akan aku tanyakan.
"Bagaimana bisa kamu tahu?" Tanyaku.
Fajer terlihat pasrah, "Baiklah, jawaban pertanyaanmu akan aku katakan..."

(Bersambung)

Posting Komentar