Payung Putih dan Hitam (Part 18)
Aku dan Malaika keluar dari Toilet yang hampir merebut masa depanku. Kami menyelusuri lorong Sekolah yang seram karena saking sunyinya. Di saat jam pelajaran sedang berlangsung semua murid dilarang keluyuran keluar kelas tanpa alasan jelas. Di tengah guyuran hujan lebat dan awan mendung yang pekat, suasana menjadi mencekam dan gelap.
Aku mengenal Fajer karena kejadian horor. Kemudian menjauh darinya karena dia membohongiku. Aku tidak menyangka dia memperhatiakanku. Bahkan aku tidak sadar diperhatikan.
Aku melihat ke arah Malaika, "Fajer itu cowok baik. Sayang sudah tidak ada di dunia ini?"
Malaika terlihat panik, "Maksudku tidak ada bukannya meninggal, dia cuma tidak ada di sekolah ini. Tadinya ada."
Aku kaget dan malu, "Oh!"
Kemudian terkejut, "Tadi dia ada? Apa dia bolos!"
Kali ini Malaika terlihat bingung, "Dia menerima telpon lalu pergi menggunakan payung. Dia balik dengan basah kuyup tanpa payung jadi tidak diperbolehkan masuk sekolah."
Kata-kataku bahwa dia baik tidak perlu aku tarik. Karena memang benar adanya. Dia yang menolongku selama ini.
Tiba-tiba aku teringat payung yang ada di rumah, "Dia menolongku dua kali dengan dua payung bermotif sama, pasti ingin menunjukan kebaikannya padaku." Ucapku menuduh Fajer tidak tulus.
Malaika tersenyum, "Ada cerita tersendiri kenapa dia buat payung bermotif sama!"
Aku jadi tertarik mendengar kisah Fajer dan payungnya. Kami lalu nongkrong di Perpustakaan.
Di sana Malaika bercerita, "Ibu Fajer suka membuat motif bunga putih dengan latar hitam. Melukisnya di kain polos yang kemudian di jual untuk kebutuhan hidup. Saat ibu Fajer sakit, Fajer yang mencari uang lebih untuk mengobati ibunya. Yang dia bisa membuat payung, keahlian yang diajarkan kakeknya dulu...
...Dia butuh modal, saat minta ke ayahnya yang di luar kota tidak di beri. Lalu Fajer menjual sisa kain motif ibunya untuk biaya rumah sakit dan modal. Saat Fajer sudah berhasil buat payung dengan modal pas-pasan, ibunya ingin menggambar motif di payung itu agar harga payung Fajer bisa di jual agak mahal. Namun baru menyelesaikan satu motif ibu Fajer meninggal karena terlambat ditangani akibat biaya Rumah Sakit yang belum di bayar...
...Semenjak itu Fajer sangat terpukul. Dia meniru motif terakhir buatan ibunya, dan hanya menggunakan itu untuk payung-payungnya. Baginya ibunya segalanya. Meskipun ayahnya masih hidup tapi Fajer tetap tidak dihiraukan. Karena ayah Fajer sendiri punya istri baru di luar kota, dan cuma membiayai anak-anaknya di sana."
Tidak sadar aku meneteskan air mata mendengar kisah kehidupan Fajer.
Aku teringat Fajer baik padaku mungkin karena suka aku. Jika aku didekatnya mungkin bisa menghiburnya.
Harapanku pupus saat Malaika bilang, "Fajer selalu membantu semua wanita. Aku tidak tahu apa yang dipikiran Fajer. Tidak seperti cowok pada umumnya, cuma membantu wanita yang dia suka."
Ada hal yang menganjal, "Tadi kamu bilang Fajer menerima telpon, baru pergi. Kamu tahu siapa yang menelponnya?"
Malaika memintaku mendekati wajahnya dan dia berbisik, "Jangan bilang siapa-siapa, menurut densas desus yang beredar dari mulut ke mulut, Fajer punya teman tidak kasat mata!..."
Belum sempat Malaika menceritakan semuanya, tiba-tiba muncul suatu sosok di antara kami, "Hentikan!!!" Teriaknya membuat kami terkejut.
(Bersambung)
Aku mengenal Fajer karena kejadian horor. Kemudian menjauh darinya karena dia membohongiku. Aku tidak menyangka dia memperhatiakanku. Bahkan aku tidak sadar diperhatikan.
Aku melihat ke arah Malaika, "Fajer itu cowok baik. Sayang sudah tidak ada di dunia ini?"
Malaika terlihat panik, "Maksudku tidak ada bukannya meninggal, dia cuma tidak ada di sekolah ini. Tadinya ada."
Aku kaget dan malu, "Oh!"
Kemudian terkejut, "Tadi dia ada? Apa dia bolos!"
Kali ini Malaika terlihat bingung, "Dia menerima telpon lalu pergi menggunakan payung. Dia balik dengan basah kuyup tanpa payung jadi tidak diperbolehkan masuk sekolah."
Kata-kataku bahwa dia baik tidak perlu aku tarik. Karena memang benar adanya. Dia yang menolongku selama ini.
Tiba-tiba aku teringat payung yang ada di rumah, "Dia menolongku dua kali dengan dua payung bermotif sama, pasti ingin menunjukan kebaikannya padaku." Ucapku menuduh Fajer tidak tulus.
Malaika tersenyum, "Ada cerita tersendiri kenapa dia buat payung bermotif sama!"
Aku jadi tertarik mendengar kisah Fajer dan payungnya. Kami lalu nongkrong di Perpustakaan.
Di sana Malaika bercerita, "Ibu Fajer suka membuat motif bunga putih dengan latar hitam. Melukisnya di kain polos yang kemudian di jual untuk kebutuhan hidup. Saat ibu Fajer sakit, Fajer yang mencari uang lebih untuk mengobati ibunya. Yang dia bisa membuat payung, keahlian yang diajarkan kakeknya dulu...
...Dia butuh modal, saat minta ke ayahnya yang di luar kota tidak di beri. Lalu Fajer menjual sisa kain motif ibunya untuk biaya rumah sakit dan modal. Saat Fajer sudah berhasil buat payung dengan modal pas-pasan, ibunya ingin menggambar motif di payung itu agar harga payung Fajer bisa di jual agak mahal. Namun baru menyelesaikan satu motif ibu Fajer meninggal karena terlambat ditangani akibat biaya Rumah Sakit yang belum di bayar...
...Semenjak itu Fajer sangat terpukul. Dia meniru motif terakhir buatan ibunya, dan hanya menggunakan itu untuk payung-payungnya. Baginya ibunya segalanya. Meskipun ayahnya masih hidup tapi Fajer tetap tidak dihiraukan. Karena ayah Fajer sendiri punya istri baru di luar kota, dan cuma membiayai anak-anaknya di sana."
Tidak sadar aku meneteskan air mata mendengar kisah kehidupan Fajer.
Aku teringat Fajer baik padaku mungkin karena suka aku. Jika aku didekatnya mungkin bisa menghiburnya.
Harapanku pupus saat Malaika bilang, "Fajer selalu membantu semua wanita. Aku tidak tahu apa yang dipikiran Fajer. Tidak seperti cowok pada umumnya, cuma membantu wanita yang dia suka."
Ada hal yang menganjal, "Tadi kamu bilang Fajer menerima telpon, baru pergi. Kamu tahu siapa yang menelponnya?"
Malaika memintaku mendekati wajahnya dan dia berbisik, "Jangan bilang siapa-siapa, menurut densas desus yang beredar dari mulut ke mulut, Fajer punya teman tidak kasat mata!..."
Belum sempat Malaika menceritakan semuanya, tiba-tiba muncul suatu sosok di antara kami, "Hentikan!!!" Teriaknya membuat kami terkejut.
(Bersambung)
Posting Komentar
Posting Komentar