Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Si Mistis Takut Hal Mistis (Part 17)

Author
Published Minggu, Juli 01, 2018
Si Mistis Takut Hal Mistis (Part 17)
Suara Sintia tepat terdengar saat aku dan Sanja tiba di ujung lorong. Sanja menurunkanku, kemudian menunjuk ke arah Toilet Perempuan, "Asal suara di sana?"
Aku segera mencoba membuka pintu toilet "Terkunci, pintu gak bisa dibuka."
"Sintia, kamu baik-baik sajakan." Teriakku.
"Lina, tolong! Aku ketakutan di sini." Teriak balik Sintia.
"Biar aku coba." Ucap Sanja.
"Menjauh dari pintu, Sintia. Kami akan coba buka paksa." Teriakku.
"Pintunya benar terkunci." Ucap Sanja sambil mengotak atik gangang pintu.
"Kan aku sudah bilang terkunci. Ayo dobrak pintunya Sanja." Perintahku kesal.
Sanja malah terdiam.
"Kamu dengar aku gak." Bentakku.
"Maaf. Kayaknya kita dipengaruhi. Seakan-akan menganggap pintu ini terkunci." Balas Sanja merasa aneh. Tapi ku coba mengerti dengan membuka kembali pintu itu. Benar, pintu dapat dibuka tanpa menggunakan kunci. Sintia langsung keluar dan memelukku.
"Aku hampir berpikir bakalan nginap di sini. Di mana aku letakin mukaku nanti saat pagi teman-teman temukan aku terkurung di toilet." Ucap Sintia sambil menangis.
"Seharusnya kamu berpikir, gimana kami pulang kalau kamu gak ada. Sudah pasti kami akan mencarimu." Balasku.
"Oh iya. Kepanikan ini mengalihkan pikiranku." Ucap Sintia.
"Kenapa ke lantai dua? di bawahkan ada toilet!" Tanya Sanja ke Sintia.
Untuk pertama kalinya Sanja dibuat heran.
"Saat aku beritahu Lina ada di mana lalu kamu pergi ke lantai dua. Tidak beberapa lama aku mendengar suara Lina manggil. Aku mengikuti suara sampai ke dalam toilet lantai dua. Lina tidak kutemukan, aku malah terkunci." Jelas Sintia ke Sanja.

Hal mistis ini diluar jangkauan pikiran Sanja. Aku mulai khawatir.
"Aya mana?" Tanyaku.
Sintia mulai terlihat cemas.
Aku segera pergi ke tangga yang di dekatku. Di sana tidak ada tembok yang menghalangi, sama dengan tangga di sisi satunya. Jadi aku bisa melihat ke halaman sekolah.
"Aya dengan siapa?" Tanya Sanja yang tiba di sampingku.
"Dia bersama Hita." Balasku heran.
" Cepat Sanja hentikan dia." Perintahku melihat Aya dan Hita mau pergi keluar sekolah.
Sanja langsung turun dengan melompati pagar tangga lalu berpegangan di tiang tangga untuk memperlambat jatuh ke bawah, setelah sampai dasar dia kemudian lari ke arah Aya dan Hita.
Aku dan Sintia segera menyusul dengan menuruni anak tangga. Meski aku hanya jalan, sampai di sana aku benar-benar letih. Terlihat Sanja di depan Hita dan Aya. Sepertinya mereka membicarakan sesuatu. Aku kemudian muncul di sela-sela Hita dan Aya dari belakang.
"Mau di bawa ke mana teman kami?" Tanyaku di hadapan Hita.
"Lina! pantesan kamu jutek denganku. Karna udah ada yang miliki." Jawab Hita Santai.
"Hita mau teraktir aku makan. Jadi kami mau keluar sebentar." Balas Aya.
"Kamu bicarain apa saja dengan Sanja?" Tanyaku lagi.
"Oh, jadi cowomu itu Sanja. Lumayan tampan sih. Tidak banyak yang kami bicarakan." Jawab Hita.
Sanja berdiri di sampingku dan mengulurkan tangannya.
"Salam kenal." Ucap Sanja.
Hita menyambut salam Sanja.

Mereka salaman cukup lama.
"Genggamanmu keras juga." Komentar Sanja sambil tersenyum.
Terlihat olehku, Hita mengenggam dengan erat. Tiba-tiba dia melepaskan tangan Sanja dengan cepat.
"Tanganmu dingin sekali." Ucap Hita ke Sanja.

"Kami ditraktir juga ya." Sambung Sintia.
Hita cuma diam dan terlihat kesal.
Aku tidak suka dengan Hita, tapi melihat Hita tidak suka dengan Sanja. Aku jadi tertarik membuat Hita kesal dengan mempertemukan mereka berdua.
"Katanya kamu pengusaha. Jadi tidak masalahkan, traktir kami semua." Sambungku.
"Mobilku cuma muat empat orang." Balas Hita sambil menatap tajam Sanja.
"Aku pakai mobilku Sendiri. Biar Sanja ikut aku." Ucap Sintia.
"Aku tidak ikut. Aku di sini saja bersihin sekolah, biar hukuman kalian ringan." Balas Sanja.

Sebenarnya aku kecewa Sanja tidak ikut. Tapi karena aku yang kelelahan tidak sanggup lagi kerja dan tubuh ini juga butuh makanan. Aku terpaksa.
Aku, Aya, Sintia dan Hita lalu pergi untuk makan malam. Di dalam mobil Hita, aku pinta Aya duduk di sampingku di bangku belakang. Sedangkan Sintia sangat senang duduk di depan di samping Hita yang memaksakan raut muka senang.

Di tengah perjalanan, aku teringat keanehan tadi.
"Kamu kenapa bisa bertemu dengan Hita?" Tanyaku berbisik dengan Aya di sampingku.
"Aku dengar suara kamu manggil dari arah halaman. Saat aku hampiri malah ketemu Hita." Jawab Aya buat aku merinding. Kejadian sama seperti Sintia alami dan aku berada di lantai dua saat itu.

(Bersambung)

Posting Komentar