Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Berhadapan Dengan Sesuatu (Eps 24)

Author
Published Sabtu, Desember 08, 2018
Berhadapan Dengan Sesuatu (Eps 24)
Aku mencoba menegur Yupi yang tampak aneh, “Kenapa kamu tersenyum? Tertawa dan kemudian menangis!”

Yupi melihat ke arahku, “Aku merasa lucu kamu terus bertanya? Dan ku pikir kamu bodoh karena masih belum mengerti juga penjelasanku, jadi aku mentertawakanmu. Dan aku takut jika kamu nekat mendekati Enja, itu membuat kami akan kehilangan dirinya, itu membuatku sedih. Setidaknya, bisa melihat dia saja sudah membuat kami bahagia walaupun tidak bisa mendekatinya ataupun menyapanya.”

Aku kesal dengar ucapannya, “Aku pacarnya wajar jika aku mendekatinya. Kalian yang aneh. Mengarang cerita seperti itu hanya ingin kami saling menjauhkan? Aku akan tetap mendekati Enja? Dan bertanya langsung padanya, kenapa menghindariku!”

Tiba-tiba Yupi mengeluarkan sebuah pisau dari dalam tasnya, “Jika kamu melakukannya, aku akan memotong kaki mu. Ini demi kebaikanmu juga.”

Tentu aku takut dan meneriakinya, “Kamu Gila…!!!” Aku berlari pergi menjauhi Yupi. Terlihat dia juga mencoba mengejarku.

Itu membuatku semakin ketakutan, “Aaaa… Tolong!!!”

Saat melihat kerumunan orang di pinggir jalan, aku segera pergi ke arah mereka, “Tolong aku, ada gadis jahat yang ingin melukaiku, dan dia sedang mengejarku.”

Salah satu dari mereka bicara, “Kamu ngomong apa? Tidak ada yang mengejarmu!”

Aku kaget, dan menoleh ke belakang. Benar! Tidak ada seorangpun, hanya ada jalan aspal lurus dengan setiap sampingnya terdapat hamparan rumput luas.

Aku terdiam, berpikir bagaimana bisa Yupi menghilang begitu saja, padahal tidak ada tempat sembunyi baginya.

Orang-oarang yang ku hampiripun kemudian pergi menaiki mobil travel yang datang.

Sungguh aneh, aku memilih untuk cepat pulang daripada berdiam di sini memikirkan hal itu.

Keesokan harinya,  pagi-pagi sekali aku pergi ke sekolah dan pamitan dengan kedua orang tuaku. Saat sampai di jalan persimpangan, aku memilih menuju ke sekolah Enja dulu baru nanti pergi ke sekolahku.

Sesampainya di sekolah Enja, aku menunggu di luar pagar. Memperhatikan setiap siswa yang datang dan masuk ke area sekolah, ku lakukan itu hanya ingin bertemu Enja. Meskipun para siswa dan siswi di sekolah itu selalu menatapku aneh dan tersenyum sinis, aku tidak peduli.

Hingga akhirnya seseorang yang ku tungu-tunggu datang. Enja terlihat mendekati gerbang sekolah. Dengan cepat aku menghalanginya dengan berdiri di hadapannya. Enja hanya menatapku dan mencoba memutar melewatiku. Segera ku memegang tangannya. Dengan mudahnya dia bisa  melepaskan pegangan tanganku. Itu membuat usahaku sia-sia dan aku merasa putus asa mengahalanginya dengan fisikku.

Hanya ada satu cara terakhir yang bisa ku lakukan untuk membuat dia berpaling padaku, berteriak!, “Enja...Aku mencintaimu. Ku mohon jangan acuhkanku.”

Tiba-tiba hening dan semua orang di sana melihat ke arahku. Itu membuatku cemas. Dan ketika Enja melihat ke arah orang-orang, seketika orang-orang itu berhenti menatapku dan melakukan aktivitasnya masing-masing.

Enja mendekatiku dan bicara dengan lantang, “Aku tidak mengenalmu. Pergilah.”

Aku tercengang mendengar ucapannya.

Tiba-tiba terlihat Enja memandangi Hpnya yang berbunyi, kemudian berbalik arah dan pergi meninggalkan sekolahnya. Itu membuatku penasaran dan merebut Hpnya. Dan betapa terkejutnya aku, ada nama Yupi di layar Hp Enja. Aku menatap tajam Enja, “ Apakah kamu sudah berpaling hati ke Yupi. Itu alasannya kamu mengacuhkanku...”

Aku terus menangis dan itu berhasil membuat Enja kembali untuk kedua kalinya mendatangiku dan berucap pelan, “Yupi pernah bilang, ada beberapa pria yang mengikutinya dan dia baru saja mengirim pesan dengan huruf tak beraturan. Aku mengkhawatirkannya.”

Meskipun Enja bicara tentang Yupi, tapi dia bicara seolah-olah mengenalku. Itu membuat ku senang. Sambil tersenyum aku bicara, “Pergilah. Jangan sampai Yupi diapa-apain oleh mereka.”

Kemudian Enja mendorongku hingga jatuh sambil berucap pelan, “Maafkan aku.”

Aku terjatuh, tapi aku tahu dia terpaksa melakukan itu agar orang-orang seakan-akan menganggap dia tidak punya hubungan denganku. Walaupun begitu aku sadar, Enja tetaplah yang dulu dan masih mengenalku. Itu membuatku tersenyum bahagia.

Enja pergi dan tidak tampak lagi dari pandanganku. Lonceng sekolah juga sudah berbunyi sehingga suasana di luar sekolah menjadi sepi. Tiba-tiba, ada yang menghampiriku, seorang laki-laki yang menatapku aneh, “Kamu tersenyum meskipun dikasari olehnya? Kenapa!”

Aku tidak menyangka ada yang memperhatikan dan menyadari senyumanku, jadi aku berusaha membuat alasan, “Mungkin kamu salah lihat. Jelas aku sedih saat diperlakukan seperti itu.”

Dia terlihat meragukan ucapanku, itu membuatku cemas dan memillih untuk segera pergi meninggalkannya.

Saat aku berbalik, tiba-tiba pandanganku kabur dan semua tampak gelap. Tanganku merasakan tanah, aku ketakutan, “Apakah aku ada di dalam kubur!”

(Bersambung)

Posting Komentar