Cerpen Indonesia

Kumpulan Cerita Pendek dan Bersambung Yang Menarik Berbahasa Indonesia

Iklan Atas Artikel

Cerpen Mencintai Budaya Lokal

Author
Published Minggu, April 19, 2020
Cerpen Mencintai Budaya Lokal
Saya tinggal di sebuah Pulau. Di sana terdapat sebuah kota. Daerah saya termasuk dalam wilayah provinsi Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Selatan terdapat suka asli yaitu Suku Banjar. Saya lahir di sana dan ayah saya merupakan suku Banjar. Jadi saya juga termasuk suku Banjar. Karena anak akan mengikuti asal usul ayahnya. Oleh karena itu langkah pertama saya untuk menyelesaikan tugas membuat cerpen bagaimana mencintai budaya lokal dengan kata seribu lebih di mulai dari sini.

Dalam suku Banjar terdapat budaya bernama Madihin. Karena budaya itu berada di wilayah kalimantan selatan yang merupakan tempat asal suku Banjar maka termasuk budaya lokal. Untuk mencintai budaya lokal tempat kelahiran saya maka saya berusaha mencari tahu budaya Madihin. Saya bertanya langsung dengan orang yang lebih tua tentang budaya lokal yaitu Nenek saya karena Nenek juga merupakan suku Banjar.
"Nek, budaya kita ada yang bernama Madihin. Nenek tahu Madihin itu apa?"
Dan Nenek menjawab, "Madihin itu nasehat cu, yang berirama dengan ujung pengucapan sama setiap baitnya."
Saya akhirnya tahu arti Madihin, meskipun kurang mengerti saya tetap simpan ucapan Nenek dengan mencatatnya untuk tugas Sekolah. Terus saya bertanya kembali, tapi kali ini saya ingin contohnya. Karena dengan contoh lebih mudah dipahami, "Nenek bisa kasih saya contoh Madihin?"
Nenek tersenyum dan bertanya balik, "Kenapa cuk, tumben kamu ingin tahu tentang Madihin... Dulu Nenek pernah bicara tentang ini tapi kamu selalu sibuk main Hp."
Mendengarnya saya jadi malu, "Buat tugas sekolah Nek, saya diminta buat cerpen tentang bagaimana mencintai budaya lokal dengan kata mencapai 1000."
Nenek kembali tersenyum, "Apa membuat cerpen itu susah Cu?"
Dan saya menjawab, "Gak susah kok Nek, say cukup tulis saja kegiatan sehari-hari saya saat mencari tahu tentang budaya lokal."
Nenek mengelus kepala saya dan bilang, "Kamu memang anak pintar. Nenek akan berikan contohnya tentang budaya lokal daerah kita yaitu Madihin."

Wayahini.... Zamannya sarba sulit....
Nang dihitu... Nang kana panyakit...
Pamarintah nangini.... abut banar manangati...
Di rumah haja.... Kaina kana panyakit...
Padahal wadah kakita.... Kadada panyakit....
Bagawi... Pina ditangati...
Ke mesjid... Pagar ditutupi...
Bajalan begawi... disariki....
Sekulah kakanakan...di parayi...
Abut banar.... Nyiram sabun sana sini...
Jar... Biar kada kana panyakit....
Bandara wan fery... Kada ditutupi...
Menyiram... sampai hangit...
Bagawi ditangati... Sampai parut kada baisi...
Manangati... ke mesjid kaya iblis...
Usaha... dimatii...
Kanakan...diabuti...
Tatap ay... kana jua panyakit...
Dikira panyakit...bisa tarabang surang kasini...
Amun bandara wan feryy...kada ditangati...
Yang pina harat... menangati....
Pintar kah kada.... Jar sekulah tinggi...
han... sarik dah nini...

Mendengar Madihin Nenek yang dibawakan dalam bahasa daerah Banjar membuat saya kagum. Saya terus menulis ucapan Nenek berserta terjemahannya dalam bentuk bahasa Indonesia ke Hp dulu nanti di salin ke dalam buku biar dimengerti guru nanti.

Jaman sekarang... Jaman yang dipersulit...
Pemerintah pusat... Terkena penyakit pandemi
Pemerintah daerah... Ikut sibuk...
Disuruh di rumah saja... Nanti kena penyakit itu...
Padahal derah kita... Tidak ada penyakit itu...
Kerja... Dipersulit...
Beribadah... Dilarang...
Keluar untuk usaha... Tidak dibolehkan...
Sekolah... Ditiadakan...
Orang-orang pemerintah... menyiram sabun ke sana dan ke sini...
Katanya... Biar tidak kena penyakit itu...
Tapi bandara dan pelabuhan tetap lancar sekali...
Walaupun menyiram sabun... sampai banyu laut habis...
Rakyat dilarang cari nafkah... Sampai kelaparan...
Melarang beribadah... Melebihi Iblis...
Jalan bantu usaha orang lain dihentikan... Sampai yang miskin terus bertambah...
Pelajar disuruh belajar sendiri... Sampai tambah bodoh karena tanpa guru...
Dan sekarang penyakit itu tetap muncul di daerah kita yang aman ini...
Emang dikira penyakit... datang sendiri...
Penyakit datang dibawa orang... Melalui bandara dan pelabuhan yang diutamakan kayak raja...
Terus saja usaha seperti itu.... sampai manusia habis...
Tidak berguna sama sekali... Usaha orang pemerintah dengan sekolah tinggi itu...
Bikin Nenek... sakit hati...

Saya senang sudah menulis banyak dari kata-kata Nenek, "Terima kasih Nek. Saya masih kurang beberapa ratus kata lagi. Saya pergi ke tempat kakak dulu. Minta bantu sama kakak."


Saya lalu ke kamar kakak perempuan saya. Di sana kakak cuma rebahan sambil duduk saja. Karena juga diliburkan kuliah, kerjaan kakak sama seperti kerjaan Kucing peliharaan kami di rumah gak ngapa-ngapain.
"Kak, cara mencintai budaya lokal gimana?" Tanyaku langsung ke intinya saja.
Dan Kakak jawab, "Langsung cari di google aja dik."
Aku kesal, "Sama semua jawabannya nanti kak dengan teman-teman. Makanya aku tulis semua kegiatanku saat bertanya tentang bagaimana mencintai budaya lokal. Abis tugasnya ngarang cerpen sih. Nanti kalau gak cukup jumlah katanya, setelah dari kakak, aku mau ke ayah, ke ibu terus ke rumah tetangga, dan ke rumah tetangga satunya lagi kalau perlu ke rumah pak RT sampai cukup 1000 kata." Ucapku sambil terus menulis apa yang ku ucapkan dan juga yang dikatakan Kakak.
Sedangkan kakak yang terus pegang Hpnya dan sambil minum kemudian berkata, "Kalau kamu mau mencintai budaya lokal maka pakailah bahasa daerahmu."
Dan aku jawab, "Iya kak, sudah ku tulis dan aku juga sering pakai bahasa daerah saat bicara sama teman-teman."


Aku langsung pergi. Dan senang sudah menulis jumlah kata sampai 700 dan aku usahakan sampai 1000 lebih. Karena aku menulisnya lewat Aplikasi Hp yang dapat diketahui jumlah katanya langsung jadi aku bisa tahu.

Tiba-tiba kakak manggil, "Tunggu dulu. Kamu fotoin kakak."
Karena kakak sudah bantu jadi aku juga bantu kakak. Setelah foto kakak, aku penasaran apa yang dilakukan kakak. Terlihat kakak memasukan foto tadi ke akun Instagramnya sambil di kasih keterangan, "Abis kerja bersih-bersih di rumah jadi cape. Istirahat dulu sambil minum."
Dan aku komentari langsung, "Kapan bersih-bersihnya kakak, bukannya Kakak abis mandi terus rebahan di sini."
Dan kakak terlihat kesal, "Sana-sana, ikut campur urusan orang dewasa saja."


Aku lalu pergi ke tempat Ayah, "Ayah lagi ngapain?"
Terus ayah jawab, "Kan pekerjaan ayah Nelayan. Di suruh pemerintah kerja di rumah jadi ayah mancing di akurium."
Terus aku teriak, "Ibu.... Ayah stres."
Dan ayah menghampirku dan bilang, "Ayah becanda tau..."
Dan aku langsung tanya, "Tugas sekolah ayah, bagaimana mencintai budaya lokal 1000 kata?"
Lalu ayah menjawab, "Cintai budaya dengan Les atau belajar tari daerah, makan, tidur, les tari daerah, makan, lalu tidur lagi, les tari daerah... Teruskan sampai 1000 kata."
Aku cemberut dan bilang, "Ayah becanda terus."
"Makasih yah," Ucapku kemudian pergi.

Ini yang terakhir, tanya ke Ibu, kalau katanya masih belum cukup juga nanti tanya sama Pak RT. Ibu terlihat lagi nyapu lantai. Dan aku ragu buat tanya ke ibu dan mau langsung ke rumah pak RT saja. Tapi kemudian ibu melihatku, "Ada apa Nak?"
Karena sudah telanjur, aku tanya saja, "Cara mencintai budaya lokal apa-apa saja bu?"
Yang ku takutkan akhirnya terjadi, "Bantu ibu sapu ruang tamu, kalau sudah nanti ibu jawab."
Aku lalu nyapu ruang tamu sampai selesai. Kemudian menuju Ibu yang lagi ada di dapur, "Bu, jawaban tadi apa? Ruang tamu sudah selesai di sapu."
Dan ibu bilang, "Bantu ibu lap piring dan gelas yang sudah ibu cuci. Nanti ibu jawab."
Aku kaget lalu segera lap cucian piring dan gelas ibu. Setelah selesai aku menghampiri ibu di belakang rumah, "Bu jawaban tadi..."
Dan ibu bilang, "Bantu ibu ambilkan pakaian yang sudah di cuci di bak buat ibu jemur. Nanti ibu jawab."
Aku lalu bantu ibu ambilkan pakaian yang sudah dicuci di bak dan menyerahkannya ke ibu yang lalu menjemurnya. Setelah selesai ibu yang tanya, "Kamu minta bantu jawab apa tadi?"
Aku segera pergi sambil bilang, "Gak jadi bu, udah seribu kata lebih."

(Selesai)

Posting Komentar