Gangguan Kembaran Pohon Angker (Part 2)

Gangguan Kembaran Pohon Angker (Part 2)

Di balik pohon mistis itu ada Buna.
"Kamu yang melemparnya dengan bola basket?" Tanyaku memastikan.
"Iya, karena aku tidak suka dengan dia yang menggunakan kekerasan." Jawab Buna.
"Mumpung gak ada orang. Ayo ikut aku." Ajakku sambil menarik tangan Buna menjauh dari tempat itu secara diam-diam agar tidak ketahuan siswa-siswi di sana.

Di kantin aku kembali nasehatin Buna.
"Aku bertanggung jawab di sini. Kalau kamu bikin masalah di sekolah ini. Aku juga akan terlibat." Ucapku.
Kemudian aku dipanggil siswa yang satu sekolah denganku.
"Ketua, ada di sini. Tuh dicari'in panitia lomba."

Panitia lomba minta agar perlombaan tetap lanjut meski kejadian mistis terjadi. Aku sanggupin dengan membujuk teman sekelasku agar tidak takut dan tetap nyelesai'in perlombaan sebelum pulang.
Meski dengan susah payah tapi akhirnya mereka mau dan perlombaan hari itu sesuai harapan.

***

Aku menuju rumah setelah perlombaan selesai. Di belakangku dengan jarak cukup jauh ada kak Enja yang sedang mengawasi. Saat dekat rumah, baru kakak berani mendekati.

Sesampainya di rumah kami disambut ibu yang mondar-mandir di luar nungguin kami.
"Ibu khawatir. Kalian pulangnya lama." Sapa ibu.
"Tadi ada lomba antar sekolah bu." Jelas kak Enja.

***

Kami lalu masuk ke rumah. Setelah makan siang, aku dan kak Enja duduk di ruang keluarga.
"Kamu lagi menulis tentangku!" Tanya kak Enja melihatku sibuk menulis di sebuah buku.
"Mau tahu aja." Balasku jutek.
"Nanti kalau aku dapat tugas Bahasa Indonesia untuk mengarang cerita, aku minta punyamu." Ucap kakak sambil memainkan game di HPnya.
"Ini buku diaryku kak." Jawabku kesal.

"Enja, jangan usilin adikmu." Ucap ibu yang datang sambil membawa kue.
"Iya bu!" Jawab Enja sambil meletakan HPnya.
Aku segera meletakan buku diaryku dan melahap kue yang dibawakan ibu. Kak Enja terlihat gak mau kalah memotong porsi yang besar untuknya.
"Bu, kak Enja curang." Keluhku.
"Akukan kakakmu. Jadi porsi makanku lebih banyak darimu." Jawabnya.
"Kitakan lahirnya berdekatan. Kok dibedain jauh sih." Balasku.

"Jangan berebut, kuenya masih banyak di dapur." Ucap ibu yang hanya melihat kami saja.
"Ibu gak makan kue?" Tanyaku.
"Ibu kurang suka." Yang jawab malah kak Enja.
"Ibu yang buat. Kenapa gak suka?" Tanyaku heran.
"Untuk kalian ibu buatkan." Jawab ibu sambil tersenyum.
"Ibu tahu dari mana, kami menyukainya!" Tanyaku penasaran.
"Ayahmu juga suka kue buatan ibu dan ternyata kalian tidak berbeda." Balas ibu terlihat sedih.
"Ibu masih tidak bisa melupakan ayah?" Tanya kak Enja.
"Jika kami mengenal ayah. Mungkin kami bisa merasakan apa yang ibu rasakan." Balasku hampir meneteskan air mata.

"Sudah, jangan dipikirkan. Ayahmu sudah tenang di alam sana. Gimana sekolah kalian?" Tanya ibu mengalihkan pembicaraan.
"Aku ke sekolah kak Enja bu. Ada perlombaan." Jawabku.
"Wah, berarti kalian saling bertemu ya. Pasti menyenangkan. Ibu ganti pertanyaannya. Bagaimana kak Enja di sekolah?" Tanya ibu lagi.
"Kak Enja didekati gadis bu. Coba ibu tanya kenapa ke kakak?" Jawabku, melemparnya ke kak Enja biar dia jelasin sendiri saat itu dibully oleh siswa lain.
Ibu melihat ke arah kak Enja.
"Dia cuma menyerahkan bukuku, bu." Jawab kak Enja tidak lengkap.
"Kamu minjamin dia buku. Teman dekatmu ya?" Tanya ibu penasaran.
"Teman biasa bu." Jawab kak Enja singkat.
"Oh. Pesan ibu jangan pernah sakiti wanita. Karena dia makhluk lemah tapi bisa membuat pria menjadi kuat..."
"...Ceritakan tentang adikmu, Enli!" Tanya ibu bersemangat sekali.
"Pantesan bu, gara-gara Enli menyemangati siswa sekelasnya, aku kalah melawan siswa itu. Padahal aku udah hampir menang loh bu." Ucap kak Enja.
Ibu tersenyum, "Siapa itu Enli? kamu menyukainya ya?"
"Ih ibu, akukan ketua kelas, jadi wajarlah menyemangati teman sekelasku yang bertanding." Balasku malu digoda ibu.

Ibu kemudian pergi mengambil kue lagi. Hal ini aku manfaatkan untuk bertanya kepada kak Enja.
"Kenapa kakak gak bilang, dibully di sekolah?"
"Apa aku harus bilang, kamu jadi pesuruh oleh temanmu." Balas kak Enja.
"Jangan, nanti ibu sedih." Jawabku.
Akhirnya kami sepakat cuma menceritakan hal baik ke ibu tentang kami.

***

Keesokan harinya di sekolahku.

Baru masuk gerbang sekolah sudah ada kejadian yang tidak menyenangkan. Tapi bukan aku yang mengalami. Terlihat di halaman sekolah dari kejauhan tas Buna direbut oleh dua siswa. Mereka menumpahkan isinya kemudian berlari kabur. Yang menambahku kesal. Tidak ada yang bantu Buna, mereka cuma lewat begitu saja. Aku segera menghampiri Buna. Memungut alat tulis dan buku pelajarannya lalu memasukan dengan rapi ke tas Buna.

"Kamu tahu siapa nama mereka berdua, biar aku laporkan ke guru BP." Ucapku.
"Sudahlah jangan cari masalah." Jawabnya kemudian pergi begitu saja.

Di dalam kelas. Aku dipanggil siswa.
"Ketua, ada teman sekelas kita yang kecelakaan dekat pohon angker samping perpus." Ucapnya bikin aku kaget.
Segera aku ke sana.

"Mana dia?" Tanyaku.
"Dua orang ketua, sudah di UKS. Kata mereka jatuh karena tersandung akar pohon."
"Ada saksinya?" Tanyaku buat laporan dengan wali kelas.
"Aku saksinya!" Seorang siswi datang.
"Kamu ingat di mana mereka jatuh!"
"Di sini." Tunjuknya ke sebuah tanah dekat pohon.
Aku merinding, karena memang tidak ada akar pohon di sekitar sini.
"Katanya tersandung akar pohon, mana akar yang di maksud." Tanyaku.
Siswa dan siswi di dekatku pergi ketakutan meninggalkan ku sendiri.

Aku mendekati dan melihat di balik pohon yang terkenal angker itu. Tapi tidak ada Buna seperti yang ku kira.

(Bersambung)

Download Wallpaper