Mobil Artis Masuk Jalur Angkutan Umum (Part 4)

Mobil Artis Masuk Jalur Angkutan Umum (Part 4)

Aku segera mengambil buku ku dari tangan temanku itu, sambil berkata, "Iya, menurutku darah itu dari pemeran peganti atau stutman. Apa masalah, jika aku cuma menyampaikan dugaanku?"
Dia terlihat kesal, "Gak masalah juga sih." Balasnya kemudian pergi."

Pulang sekolah aku masih menunggu hasil uji cobaku. Jika dugaan yang ku tulis dalam buku itu benar. Ini merupakan empat kali berturut-turut, dari sabotase bus, bunuh diri aneh, drama tragedi, dan sulap berdarah. Bisa dikatakan yang ku tulis di sana tidak ada kesalahan satupun. Kemungkinan buku yang ku dapatkan dari perpustakaan ayah bukan buku biasa.

Dalam perjalanan pulang aku dihampiri siswi temanku yang suka sekali cari tahu tentangku. Namanya Ulan.
"Hey, sendirian aja. Biasanya kamu jalan sama siswi sekolah lain. Lagi marahan ya? atau udah putus!"
Aku tahu maksud dia itu Enli. Aku memilih diam.
"Kalau gitu aku temanin kamu ya?"
Ucapnya bikin aku bingung. Rumahnya berlawanan arah dari rumahku.
"Mau kamu apa?" Tanyaku.
''Aku cuma ngasih tahu, dugaan kamu tadi di kelas, tepat. Aku tidak sengaja dengar. Kamu bilang darah dari aktraksi sulap yang viral itu dari pemeran peganti. Baru saja pesulap bilang gitu dan minta maaf di media sosialnya." Jawab Ulan dengan nada polos.

Terlalu aneh jika disebut kebetulan.
"Kamu pikirin apa? Kok bengong!" dia tanya lagi.
Aku harus lepas dari dia, "Jika diperhati'in kamu cantik juga. Lebih baik kamu pulang nanti aku bosan lihat kamu."
Dia tersenyum, "Makasih. Kalau begitu aku pulang. Besok kita ketemu lagi ya."
Aku bermaksud membuat dia marah biar menjahuiku. Tapi tidak apa, yang penting dia pergi.

Sampai di rumah. Saat aku mau ke lantai atas masuk kamar. Aku melihat Enli duduk sendiri di teras belakang rumah sambil memandangi Senja. Aku jadi tertarik buat mendekatinya.

Aku duduk di sampingnya, "Biasanya kamu selalu mengajakku bicara setiap bertemu. Tapi sekarang kamu hanya diam membisu semenjak dari rumah sakit. Jadi, kali ini aku yang..."
Ucapanku terhenti saat melihat kerah baju Enli yang terbuka dan belahan dadanya yang sintal terlihat jelas olehku. Dibandingkan Ulan tubuh Enli jauh lebih indah. Membuatku berkeinginan buat menyentuhnya. Bahkan saat tanganku terlihat olehnya sedang mendekati dadanya, Enli cuma diam. Membuatku benar-benar terdorong.

"Enja!" Aku kaget mendengar suara ibu. Aku bergegas mengancing baju Enli.
"Maaf bu, bukan aku yang membuka baju Enli..."
Langsung dipotong ibu, "Iya, ibu tahu. Adikmu terlihat berkeringat. Jadi ibu membuka sedikit bajunya biar adem. Ini tisu?" Ucap ibu bikin aku kaget. Apa ibu ingin aku ngelap dada Enli. Membuatku tanpa sadar tersenyum.
"Kamu lap HP di tangan adikmu dengan tisu basah ini. Walaupun itu rusak, tapi karena selalu dipegang adikmu, kita harus buatnya bersih dari kuman."
Perintah ibu membuatku kecewa. Ternyata tadi ibu tidak ada cuma mengambil tisu.

Ibu lalu duduk di samping Enli.
"Aku kira ibu pergi ke tempat tante Yena!" Tanyaku.
"Tidak mungkin, ibu tindakan Enli sendiri." Balas ibu.
"Kenapa ibu gak ke sana saja... Ada aku yang jagain Enli." Bujukku.
"Ibu ke sana saat butuh saja. Sekarang tante Yena yang memegang perusahaan ayahmu. Jadi ibu tidak perlu bekerja..."
"... Meskipun ayahmu telah tiada. Dia tidak lepas tanggung jawab menafkahi kita. Ibu memiliki saham di perusahaan itu. Jadi mendapat keuntungan perusahaan walaupun tidak sebesar yang di dapatkan tante Yena, tapi setidaknya cukup untuk kebutuhan kita."
Aku kesal, "Jika saja ayah memberikan perusahaannya untuk ibu. Kita mungkin akan hidup kaya."
Ibu memarahiku, "Jangan pernah menyalahkan ayahmu!!! Dia melakukan itu biar waktu ibu tidak habis untuk perusahaan. Agar ibu punya waktu untuk kalian..."
"...Tapi sekarang ibu merasa gagal menjadi orang tua. Enli sampai menjadi seperti ini karena ibu..." Ucap ibu sambil menangis.
Jika aku terus di sini. Ibu akan punya teman bicara untuk menceritakan kenangan ayah. Dia akan terus bersedih. Lebih baik aku segera pergi ke kamar.

Di dalam kamar, aku menghabiskan waktu untuk nonton TV. Perhatianku terpaku terhadap berita, artis yang menerobos dan memakai jalur angkutan umum dengan alasan diperbolehkan oleh Polisi.

Aku tercengang. Melihat sosok Polisi di tengah kerumunan masa yang menghentikan mobil artis itu. Sosok tersebut terlihat marah dan berwajah pucat.

Aku takut sekaligus penasaran, ingin tahu sosok itu hantu atau bukan. Aku mengeluarkan buku LifeNote dan menuliskan, 'Artis, mobil pribadi masuk jalur angkutan umum, dan polisi pucat yang marah'.

Walaupun aku sudah menulisnya tapi aku tidak kunjung mendapatkan inspirasi cerita. Kenapa buku ini tidak bekerja. Apa aku melakukan kesalahan. Tapi aku mencoba menebak, Mungkin polisi itu marah karena artis...

(Bersambung)

Download Wallpaper