Pengetahuan Di Luar Nalar (Part 10)

Pengetahuan Di Luar Nalar (Part 10)

Kami pulang saat mentari masih hangat. Menyelusuri lorong rumah sakit berdua menuju luar.
"Kamu yang ganti'in pakaianku?" Tanya Sanja.
"Iya!" Jawabku ngerjain Sanja, biar dia malu.
"Perawat pria di rumah sakitkan yang ganti'in." Ucap Sanja.
"Kalau kamu tahu, kenapa tanya?" Jawabku kesal.
"Aku tanya karena gak tahu!" Balasnya.
"Terus dikasih tahu sama teman hantumu?" Lanjutku memancing Sanja.
"Gak, aku cuma kira-kira aja." Balasnya.
"dan lucunya perkiraanmu tepat terus. Di kamar perawatan tadi kamu juga dikasih tahukan?, dokter memperbolehkan pulang, oleh teman hantumu itu." Tanyaku terus menerus.
"Kenapa sih kamu kira aku punya teman hantu?" Tanyanya balik.
"Aku melihatmu bicara sendiri waktu di kafe tempat pertama kali kita bertemu." Ucapku sambil tersenyum karena tidak mungkin lagi dia mengelak.
"Kalau kamu kelamaan jomblo, kamu bakalan ngerasain yang namanya ngenes. Bahkan tembok pun jadi teman bicara." Balasnya.
Aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Dia benar benar niat bertarung opini denganku.

"Pakaian yang kukenakan, kamu yang beli?" Tanya Sanja.
"Itu pakaian ayahku." Jawabku.
"Nanti aku kembalikan setelah dicuci." Lanjutnya.
"Tidak perlu. Pakaian itu sudah ayah berikan untukmu." Balasku.
"Biaya rumah sakit. Ayahmu juga yang bayarkan?"
"Kalau itu pakai uang tabunganku sendiri." Jawabku sambil tersenyum ke arahnya.
"Kamu benaran suka sama aku." Ucap Sanja. Aku langsung pasang muka datar.
"Aku lucu aja lihat kamu. Gak kelihatan habis dikeroyok sekelompok orang." Balasku.
"Ini karena lukaku di rambut, dilengan dan badan yang gak kelihatan." Lanjutnya.
"Kamu kenapa suka baju lengan panjang dan celana panjang, tidak pernah aku lihat kamu berpakaian pendek." Tanyaku.
"Kamu kenapa gak konsisten, kadang pakaian pendek, kadang pakaian panjang, kandang longgar, kadang ketat." Balasnya meniru kata-kataku. Dia udah berani main lempar kata. Bikin pertarungan kami sengit saja.

Di luar rumah sakit kami bertemu Aya dan Sintia.
"Wah, kami baru mau jenguk. Kalian udah mau pulang. Masuk lagi sana." Sapa Aya dengan gaya ngeselinnya.
"Kalian bolos sekolah ya?" Tanyaku karena melihat mereka berdua masih mengenakan pakaian seragam.
"Enak aja, kami bukan pelajar nakal." Jawab Aya.
"Semua teman kelas kita diperbolehkan melayat ke rumah Iwan." Jelas Sintia
"Daripada ke sana mendingan jenguk kalian." Sambung Aya.
"Kenapa Iwan?" Tanyaku.
"Malam tadi dia tewas gantung diri." Jawab Sintia.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah Sanja.
"Kamu cari siapa, Sanja?" Tanyaku.
"Jadi, Iwan itu teman sekelasmu?" Tanya Sanja. Lagi-lagi mengalihkan perhatian. Tentu aku curiga melihat Sanja menoleh kesegala arah.
"Sudah kubilangkan, jangan pacaran sama teman sekelas." Sambung Aya tiba-tiba, membuatku tidak sempat bertanya ke Sanja.
"Sekarang topik hangat di sekolah udah beralih. Bukan lagi tentang Andi dan Via, tapi tentang Iwan dan Lina." Lanjut Aya.
"Kok aku dibawa-bawa?" Tanyaku khawatir.
"Ya jelaslah, Iwan sakit hati karena kamukan." Jawab Aya.
"Sanja!" Aku baru sadar Sanja sudah tidak ada.
"Kamu lihat Sanja?'" Tanyaku ke Aya dan Sintia.
Mereka geleng-geleng kepala.
Kemana perginya Sanja? Kenapa dia harus pergi. Dari tadi dia santai saja. Setelah mendengar kematian Iwan, dia mulai bertingkah aneh. Aku yakin Iwan adalah dalang dari pengeroyokan malam tadi dan Sanja mengetahui sesuatu tentang kematian Iwan.

(Bersambung)

Download Wallpaper