Perjalanan Di Dunia Lain (Part 9)

Perjalanan Di Dunia Lain (Part 9)

Aku bersama ibu dan ayah membawa Sanja ke rumah sakit malam itu juga. Sanja dalam keadaan tidak sadarkan diri.
"Sudah kamu hubungi orang tua Sanja?" Ucap ibu.
"Saya takut bu. Sanja begini gara-gara saya." Balasku.
"Coba kamu cek HP Sanja. Ada nomor orang tuanya? Biar ayah yang bicara." Sambung ayah.
Aku memeriksa kantong celana Sanja. Mengambil HPnya dan memeriksa. Hanya ada SMS dariku di kotak masuknya. Tidak ada yang lain. Aku kemudian melihat isi kontaknya yang ku temukan hanya ada tiga nomor dengan nama Lina, Ayah, dan Adik. Kok Sanja cuma punya nomor ini. Apa dia gak punya teman? Pikirku dengan penuh tanda tanya.
"Lina!" Suara ayah memecah lamunanku.
"Ini ayah." Balasku sambil menyerahkan HP Sanja yang sudah terhubung dengan ayah Sanja.

Aku memperhatikan dengan seksama apa yang diucapkan ayah. Tapi tetap saja aku gak ngerti. Ayah cuma bicara singkat. Setelah ayah menutup telponnya. Aku langsung bertanya.
"Bagaimana ayah?"
"Ayah dan adik Sanja tidak bisa datang ke sini malam ini. Mereka di luar kota. Kata ayah Sanja, biarkan saja malam ini Sanja sendiri tidak usah ditungguin." Terang ayah.
"Saya boleh nginap di sini, ayah, ibu. Mau nemenin Sanja." Pintaku.
"Besok bukannya kamu sekolah?" Ucap Ayah.
"Tidak apa, biar Lina izin sehari." Bujuk ibu.
Akhirnya aku disetujuin.

Ini pertama kalinya aku di rumah sakit. Kami berada di ruangan kelas ekonomi, jadi tergabung dengan pasien lainnya. Sedikit grogi. Apalagi saat keluarga pasien lain bertanya.
"Kakakmu atau adikmu yang dirawat?"
"Teman dekat saya, tante." Jawabku.
"Oh. Tante kira keluargamu. Kamu agak mirip dengannya." Balas tante itu.
"Yang benar, tante!" Ucapku entah kenapa senang.

Malam sudah larut. Aku tertidur di kasur penunggu pasien di samping kasur Sanja yang dipisahkan lantai.

Saatku bangun pagi-pagi sekali. Dokter udah memeriksa Sanja. Setelah selesai, aku langsung tanya.
"Dia baik-baik sajakan dok?"
"Cuma luka luar. Tidak apa!" Balas dokter.
"Dia juga mengeluh sakit dikepala? Itu kenapa dok?"
"Maaf sebelumnya. Apa dia minum alkohol?"
"Tidak dok. Dia cuma minum kopi? Apa itu berpengaruh."
"Kalau dia punya riwayat tekanan darah tinggi, kemungkinan iya."
"Apa dok, yang menyebabkan tekanan darah tinggi?"
"Dilihat kondisinya, dia bukan koma atau pingsan tapi tertidur. Kemungkinan dia kurang tidur jadi tekanan darahnya naik."
"Terimakasih dok. Nanti saya suruh dia banyak-banyak tidur." Ucapku.
Si dokter tersenyum.

Aku iseng memegang tangan Sanja. Terasa dingin. Apa karena AC? Tapi kemudian mulai beransur hangat.
"Kok kamu ada di rumahku." Tanya Sanja yang tiba-tiba sadar.
"Ini rumah sakit." Balasku.
"Perasaan, aku pulang ke rumah lalu tidur." Jawabnya seketika mengingatkanku tentang mitos roh manusia yang dapat keluar saat tidur. Aku berpikiran selama ini Sanja mampu mengendalikan roh itu dengan pikirannya. Tapi karena kopi yang kukasih pikirannya terganggu dan tidak bisa membedakan antara roh dan tubuhnya.

Melihat aku terdiam, dia mencoba menghentikanku menduga-duga.
"Oh, mungkin aku mimpi." Lanjutnya.
"Atau rohmu mungkin yang pulang. Tubuhmu enggak." Jawabku tidak mau kalah.
"Kapan aku bisa pulang?" Tanyanya mengalihkan topik.
"Kamu belum sehat. Keluargamu juga mau ke sini." Balasku.
Sanja lagi-lagi melakukan kebiasaan anehnya menoleh ke arah lain yang tidak ada orang di sana.
"Aku pinjam HPku!" Perintahnya, dan aku tidak sadar dari tadi megang HPnya. Segera kukasih.

Sanja menelpon seseorang. Aku memperhatikannya.
"Dik, kakak udah mau pulang. Tidak usah ke sini." Ucapnya kemudian mematikan telpon.
"Kata siapa kamu boleh pulang?" Tanyaku marah karna Sanja sok tahu.
"Kami baru saja diskusikan tentang Sanja boleh pulang." Ucap dokter yang tiba-tiba datang.

(Bersambung)

Download Wallpaper